Padang,
integritasmedia.com - OHH..., rupanya kelangkaan BBM bersubsidi
terutama jenis Premium belakangan ini di Sumatera Barat, semata bukan karena dibatasi kuotanya. Tetapi, lebih dominan karena pendistribusiannya yang
tidak terkontrol.
Seperti
yang terpantau oleh integritas di SPBU Kayo Kalek, Lubuk Buaya, Kota Padang.
Dimana di SPBU ini, dan juga mungkin di SPBU-SPBU lainya telah terjadi
pendistribusian BBM bersubsidi yang tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Seperti
diungkapkan Syafril, salah seorang pengemudi ojek pangkalan di kawasan Lubuk
Buaya, Kota Padang kepada integritas saat mengantre untuk mengisi BBM di SPBU
tersebut beberapa waktu lalu
"Beginilah
setiap harinya, antrean semakin hari semakin panjang. Tentunya keadaan ini
cukup menyita waktunya untuk melakukan aktifitasnya sebagai ojek
pangkalan," akunya dengan kecewa.
Mungkin
ini semua, efek dari 'dibiarkannya' pembelian BBM yang tidak sesuai dengan
aturan. Seperti, adanya kendaraan yang telah dimodifikasi tanki bahan bakarnya serta para 'pelangsir BBM' yang cukup ramai ikut mengantre, tambahnya.
"Setahu
saya, ada aturan untuk SPBU milik Pertamina yang hanya boleh menyalurkan Bahan
Bakar Premium dan Minyak Solar Bersubsidi untuk penggunaan akhir dan dilarang menjual kembali ke konsumen. Tetapi entah mengapa hal tersebut bisa terus berjalan. Atau memang penyimpangan ini telah
direstui," ungkapnya penuh tanyanya.
"Saya
selaku konsumen yang berhak untuk mendapatkan BBM bersubsidi tersebut, merasa dirugikan. Karena untuk mendapatkan haknya itu, dia perlu perjuangan,
tambahnya.
Sementara
para penimbun (pengepul) BBM terutama jenis premium terus ‘memberdayakan’ para
pelangsir BBM untuk meraup keuntungan. Mereka rela mengeluarkan biaya tambahan
Rp.10 ribu (untuk sepeda motor) untuk sekali bongkar demi mendapatkan BBM
tersebut dari pelangsir.
Dan
untuk mendapatkan pasokan lebih besar, penimbun (yang juga berada diseputatan
Kayu Kalek) ini bahkan juga mengunakan mobil angkot dan mobil-mobil yang tanki
bahan bakarnya telah dimodifikasi, terangnya lagi.
"Untuk
kelancaran pekerjaan barunya ini, para pelangsir itu juga bersedia mengeluarkan
biaya tambahan (Rp.2000) per sekali isi untuk sepeda motor kepada para petugas
di SPBU. Dan dalam seharinya mereka mampu melangsir BBM sebanyak 17 kali
seorangnya," urainya mengakhiri.
"Kita
tidak punya mobil, jadi tidak bisa langsung membeli premium ke SPBU. Jadi untuk
mengisi persedian BBM di kiosnya, dia terpaksa membeli ke pengepul di seputaran
By Pass sana," ungkap Rosni salah seorang pedagang BBM enceran di pingir
jalan M. Hatta, Kuranji, Kota Padang tanpa mau merinci alamat pengepul itu
kepada integritas.
Pria
Madona, SH, Pimpinan Kantor Hukum PRIMA & ASSOCIATE mengatakan, bagi SPBU yang
menjual BBM sehingga pembeli dapat melakukan penimbunan atau penyimpanan tanpa
izin, dapat dipidana dengan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
yang dipidana sebagai pembantu kejahatan, karena mereka yang sengaja memberi
bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. Dan mereka yang sengaja memberi
kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Jika
unsur kesengajaan pada pasal tersebut terpenuhi, maka pihak SPBU dapat dimintai
pertanggungjawaban atas tindak pidana pembantuan. Mereka dapat dianggap
membantu orang lain melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan BBM yang
melanggar hukum.
Ditambahkannya,
sedangkan untuk orang yang melakukan penyimpanan BBM tanpa memiliki Izin Usaha
Penyimpanan dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf c UU
Migas. Bahkan
hal ini juga diatur dalam Pasal 23 yang menerangkan setiap orang yang melakukan
penyimpanan tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh
miliar rupiah).
Sama
halnya dengan penyimpanan, untuk melakukan pengangkutan juga harus memiliki
Izin Usaha Pengangkutan. Bila seseorang yang melakukan pengangkutan tanpa Izin
Usaha Pengangkutan dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53
huruf b UU Migas: dimana setiap orang yang melakukan pengangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dapat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi
Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah)
Sementara
itu Pasal 55 UU Migas juga telah megaskan, bagi pihak yang mengangkut BBM
bersubsidi tidak sesuai dengan tujuannya, perbuatan tersebut dapat diartikan
sebagai penyalahgunaan pengangkutan BBM dengan ketentuan, orang yang
menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi
Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Karena
dalam ketentuan ini telah terpenuhi unsur menyalahgunakan/kegiatan yang
bertujuan untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang merugikan kepentingan
masyarakat banyak dan negara seperti kegiatan penyimpangan alokasi
BBM, Pengangkutan yang tidak sesuai dengan ketentuannya, makanya sudah saatnya
untuk ditertipkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kini,
semuanya terpulang kepada pemangku kepentingan di daerah ini. Mau atau tidak,
sanggup atau tidak meluruskan penyimpanggan ini, akhir Dona.
Konfirmasi
yang didapatkan integritas dari Dinas Perdagangan Kota Padang menyebut, untuk
menertipkan pendistribusian BBM bersubsidi tersebut pihaknya akan menyurati
SPBU-SPBU yang berada di Kota Padang agar dapat menyalurkan BBM kepada
masyarakat secara serentak, dan dalam waktu yang bersamaan. Hal ini bertujuan
untuk menghambat gerak para pelangsir BBM.
Sementara
untuk dugaan pelangaran oleh pihak petugas SPBU serta dugaan penimbun BBM, dia
mengajak pihak terkait untuk bekerja sama dalam melakukan penertiban sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.(ha)
Posting Komentar