Sudahlah..., Akhiri Saja

Oleh : Novri (Investigasi) Hendri. S.Sos

MENCARI kesalahan orang lain untuk menutupi kesalahan sendiri, bukanlah cara elok dan santun. Apalagi, kita orang-orang terhormat, terpelajar, terpandang. Mengkritik tak lagi santun, tapi sudah diiringi hujat menghujat dan bully membully. 'Tasenggeang saketek' langsung dibesar-besarkan dan menjadi viral. Bahkan, sampai ada juga lapor melaporkan.

Tak habis pikir saya, kenapa ini harus terjadi. Bukankah, kita badunsanak dan bersaudara. Lalu, hanya kepentingan berbeda, kita 'bercakak banyak'. Saling 'mambuka kada'. Saya yakin dan percaya, kita ini 'bersangkut paut' dan punya hubungan persaudaraan. Jangan karena kepentingan politik berbeda, kita saling 'hujat mahujat, saling sintuang manyintuang' sesama kita.

Kalau ada salah langkah "mambali oto rancak' ingatkan saja. Tegur baik-baik saja, jangan dihujat. 'Oto rancak' khan bukan milik pribadi, tapi kepentingan daerah kita juga. Khan, bangga juga kita gubernur kita 'baoto rancak mancilak'. Begitu juga merehab rumah Ketua DPRD, khan bukan milik pribadi. Habis masa jabatannya, tidak akan dibawa juga rumah itu.

Orang yang datang ke Sumbar, tentu terpana kagum. Wawww, rancak nian mobil gubernur dan rumah ketua dewan. Bangga juga, kita khan! Lalu, kita ribut juga masalah proposal bertanda tangan gubernur dan berkop surat Pemrov Sumbar. Jadi masalah 'gadang' juga. Jadi  amunisi 'parang manyarang' gubernur. Kalau salah ingatkan, ada kesalahan biar proses hukum yang berjalan.

Janganlah kita ikut 'sata' memanaskan suasana. Dibicarakan orang seantero nusantara. Yang malu, khan kita juga. Ada lagi, anggota dewan beli baju baru, meski bukan hari lebaran, ribut juga senagari. Rp12,5 juta setahun per anggota dewan untuk beli pakaian. Itu baguslah 'nyeh'. Khan untuk anggota dewan kita juga. Bangga jugalah kita, baju dewan kita 'rancak dan mancilak' Namanya dewan terhormat, tentu disesuaikan cara pakaiannya.

'Patang malam' juga ribut orang. Sekda non aktif Kota Padang diangkat jadi Kepala Dinas di Pemrov Sumbar. Saya tidak tahu, kok diributkan. Khan kalau pergi Sekda bisa cari ganti Sekda. Saya yakin, banyak yang lebih pintar ASN Kota Padang dan punya potensi jadi Sekda. Biarlah, Amasrul mengabdikan diri di Pemrov Sumbar. Kalau itu, bikin dia nyaman. Untuk apa dia bertahan, kalau nanti 'bercakak-cakak' juga. Baju yang sudah robek, dijahit terlihat juga bekasnya.

Saya juga heran dan mari kita sama-sama heran. Budaya lapor melapor sudah marak juga sekarang ini. Sedikit sedikit lapor. Kok, lapornya sedikit sedikit. Ada anggota dewan laporkan bupati. Ada anggota dewan melaporkan anggota dewan. Ada Ormas melaporkan kepala daerah. Bukan solusi dan musyawarah mufakat dijalani. Tapi, lapor melapor yang terjadi. Sudahlah, pusing saya. Cuma harapan saya, Sudahlah, Akhiri Keributan. Besok saya sambung lagi.***

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama