Selebaran Pemko Tentang perda Nomor 13 Tahun 2016, Terindikasi Lecehkan Pedagang Pasar Payakumbuh


Payakumbuh,  Integritasmedia. Com- Ikatan Pedagang Pasar Payakumbuh (IP3) menolak keras Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2016 tentang pengelolaan pasar tradisional dan surat perjanjian hak sewa toko, kios atau los di pasar pusat pertokoan dan pasar ibuh Payakumbuh.


Ketua IP3 Kota Payakumbuh H. Esa Muhardanil SE, saat melakukan jumpa pers bersama wartawan Luak Limopuluah (Payakumbuh-Limapuluh Kota.red) di Soto Yas Pasar Payakumbuh, Selasa (21/12).


H. Esa mengatakan, sehubungan dengan edaran yang di tempel di tonggak-tonggak pasar Payakumbuh dengan nomor surat 511/344/DKUKM/PSR/PYK-XI/2021. Pedagang pasar Payakumbuh merasa gaduh dan gelisah karena merasa terintimidasi hak nya sebagai pedagang.

“Kami pedagang pasar Payakumbuh sebagai subjek hukum yang mempunyai hak secara hukum dan ini merupakan perampasan atas hak kami terhadap kepemilikan toko serta penguasaan tokoh dengan kewajiban regulasi Izin Pemakaian Tempat Usaha (IPTU),” jelasnya.

H. Esa juga menambahkan terkait dengan penetapan perda ini, IP3 sudah menolak dari 2016 silam, ketua DPRD kala itu Yendri Bodra Dt. Parmato Alam mengatakan akan mengundang IP3 untuk audiensi sebelum perda ini di sah kan.

Lebih jauh disampaikannya,  bahwa tahun 2016 silam, kami sudah melakukan demo, dan hasilnya pada waktu itu dengan surat tertulis yang di tandatangani oleh ketua DPRD Yendri Bodra Dt. Parmato Alam, yang berisi 3 poin. Pertama menunda mengesahkan ranperda pasar tradisional, kedua akan dilakukan musyawarah selanjutnya, dan yang ketiga akan duduk satu meja dengan IP3 dalam pembahasan perda tersebut,” jelasnya.

Terakhir H. Esa juga menegaskan bahwa perda ini juga bertentangan dengan demokrasi, karna tidak dibenarkan memiliki toko lebih dari tiga, IP3 menuntut untuk penghapusan IPTU karena tidak sesuai dengan azas history dan kultural Pasar Payakumbuh.

Ucapan senada juga disampaikan oleh Dewan Suro IP3 Kota Payakumbuh Ady Surya juga mengatakan bahwa secara konstitusional, pemko Payakumbuh merampas hak pedagang. Pedagang juga menolak perda Nomor 13 tahun 2016 karena lemah dari sisi hukum dan tanpa sosialisasi.

“Pencaplokan terhadap hak kami di pasar, ini adalah pelecehan, di tempel-tempel pada tiang pasar, IP3 menolak tindakan Pemko Payakumbuh. Ranpeda drafnya kita tolak. Pasar bukan dibangun oleh pemda secara historis. Bahkan bukti pembelian toko dengan emas kala itu, ada oleh kami,” jelasnya sambil memegang surat jual beli toko.

Lebih lanjut, Ady Surya yang juga merupakan Praktisi Hukum itu juga membeberkan tentang tata ruang pasal tradisional Kota Payakumbuh ini menjadi pertanyaan, dan juga tentang drainase di dalam pasar tidak pernah dibenai oleh pemko, pembuatan perda ini bisa dibilang cacat prosedur.

Perda Nomor 13 Tahun 2016 ini bisa dibilang cacat prosesnya. Pertama perda ini non naskah akademik. Seharusnya perda ini diberlakukan di pasar Padang Kaduduak yang sampai saat ini tidak aktif sama sekali, indikasi korupsi juga tercium pada pembangunan pasar padang kaduduak itu,” Tegas alumni fakultas hukum Unand itu.

Disampaikannya juga baru beberapa hari pasca mengeluarkan Surat Edaran nomor 511/344/DKUKM/PSR/PYK-IX/2021 tentang Perubahan Nama Surat Bukti Pemegang Hak Sewa Menjadi Izin Pemakaian Tempat Usaha, kebijakan Pemko Payakumbuh melalui Sekretaris Daerah (SEKDA) Rida Ananda itu langsung ditentang oleh pedagang di Pusat Pasar Payakumbuh. 

Surat Edaran tertanggal 15 November 2021 itu ditandatangani oleh Rida Ananda dan ditembuskan kepada Walikota dan Ketua DPRD Payakumbuh. Didalam edaran tersebut terdapat 5 (lima) point yang diterangkan sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 13 tahun 2016 tentang Pengelolaan Pasar Tradisional dan Surat Perjanjian Hak Sewa Toko, Kios, atau los di Pasar Pusat Pertokoan dan Pasar Ibuah Payakumbuh, yakni : 

  1. Pemberian Izin Pemakaian toko, kios atau los kepada orang pribadi atau badan di lokasi pasar Pusat pertokoan dan Pasar Ibuah yang sebelumnya disebut dengan Surat Bukti Pemegang Hak Sewa berubah nama menjadi Izin Pemakaian Tempat Usaha (IPTU).
  2. Izin Pemakaian Tempat Usaha (IPTU) diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun, dan dapat diperpanjang.
  3. Bagi pemilik Surat Bukti Pemegang Hak Sewa yang masa berlakunya habis tahun 2018 wajib memperbaharui dengan Surat Izin Pemakaian Tempat Usaha (IPTU).
  4. Bagi pemilik Surat Bukti Pemegang Hak Sewa yang telah habis masa berlakunya dan tidak melakukan perubahan nama ke IPTU dan tidak memperpanjang masa berlaku, maka surat Surat Bukti Pemegang Hak Sewa tidak berlaku lagi.
  5. Untuk informasi lebih lanjut segala sesuatu yang menyangkut dengan persyaratan dapat ditanyakan langsung ke Dinas Koperasi dan UKM Cq. Bidang Pasar. 

Atas Surat Edaran yang ditempel di tonggak, dinding, toko itu, Ikatan Pedagang Pasar Payakumbuh (IP3) menilai Pemko Payakumbuh melalui Sekretaris Daerah yang juga pamong senior itu sebagai bentuk pelecehan dan penghinaan terhadap hak-hak para pedagang. Sebab Edaran tersebut akan merampas hak pedagang. 

” Ini pembohongan dan pelecehan terhadap kami para pedagang di Pasar. Apa yang ditempel tersebut merupakan upaya perampasan terhadap hak sewa dan hak milik yang selama ini kami miliki,” sebut Ady Surya. 

Ditegaskannya juga bahwa” Pencaplokan hak-hak terhadap toko pedagang di pasar Payakumbuh dilakukan dengan penempelan surat edaran, ini penghinaan besar terhadap pedagang. Kami dengan tegas dan jelas menolak hal ini, sebab tidak ada aset Pemda di Pasar Payakumbuh.” Ucap Adi. 

Ia juga menyebutkan Pasar yang ada hak milik Pemko Payakumbuh adalah Pasar Padang Kaduduak yang hingga saat ini masih terbengkalai/tidak termanfaatkan, tapi kenapa pasar Payakumbuh yang diutak-atik. (Antoncino) 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama