Alirman Sori : Presidential Threshold "Menciderai" Demokrasi

"Ambang batas pencalonan presiden tidak sesuai keinganan masyarakat. Karena presidential threshold itu mengerdilkan potensi bangsa ini dalam memilih calon pemimpin".


Padang, integritasmedia.com ANGGOTA DPD asal Sumbar Dr. H. Alirman Sori, SH, M.Hum, MM, berpendapat, sistem presidential threshold justru memperlemah sistem demokrasi di Indonesia, hal tersebut disampaikannya saat bersilaturahmi dengan pengurus DPW MOI Sumbar dan DPC MOI Kota Padang, Senin (17/1/22). 


Direncanakan awalnya, presidential threshold untuk memperkuat sistem presidensial dan demokrasi. Namun, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya, katanya.


“Kalau didalilkan untuk memperkuat sistem presidensil, agar presiden terpilih punya dukungan kuat di parlemen, justru secara teori dan praktik, malah membuat mekanisme check and balances menjadi lemah,” tambahnya.


Ditambahkan Alirman Sori, partai politik besar dan gabungan partai politik menjadi pendukung presiden terpilih. Sehingga, yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan partai politik melalui fraksi di DPR menjadi legitimator kebijakan pemerintah.


Lebih lanjut anggota DPD ini menyelaskan, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah close legal policy, karena Pasal 6A ayat 2 sudah mengatur dengan tidak memberikan delegasi kepada pembuat undang-undang untuk mengatur mengenai syarat pengajuan calon presiden dan wakil presiden.


Pasal 6A ayat (2) menyatakan, Pasangan calon presiden dan wakil presiden, diusulkan oleh Partai Politik dan atau Gabungan Partai Politik peserta pemilihan umum sebelum pemilihan umum dilaksanakan.


Menurut tafsir sistematis-gramatikal, bahwa yang dimaksud "partai politik" adalah partai politik sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, terutama dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU aquo.


Sementara yang dimaksud dengan "partai politik peserta pemilihan umum" adalah partai politik yang lolos verifikasi faktual KPU sebagaimana yang ditentukan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Jadi Secara sistematis tafsiran ambang batas memang tidak dikenal dalam Pasal 6A ayat (2).


Dan, jika ditimbang dari sisi manfaat dan mudaratnya, Alirman Sori menilai, presidential threshold penuh dengan mudarat. Sebab, ambang batas pencalonan presiden menyumbang polarisasi tajam di masyarakat, akibat minimnya jumlah calon.


"Contohnya bagaimana dalam dua kali pilpres, hanya ada 2 pasang calon yang berkontestasi", terangnya mencontohkan.


“Bahkan sampai saat ini, bagaimana kita melihat pembelahan yang terjadi di masyarakat. Antar-kelompok berseteru dan selalu melakukan anti-thesa atas output pesan yang dihasilkan baik dalam bentuk kalimat verbal, maupun simbol dan aksi," urainya lagi.


"Puncaknya, anak bangsa ini secara tidak sadar membenturkan vis-à-vis Pancasila dengan Islam. Hanya karena semangat melakukan apapun yang bersifat anti-thesa, untuk menjelaskan identitas dan posisi. Padahal tidak satupun tesis yang bisa menjelaskan pertentangan antara Pancasila dengan Islam,” kata dia lagi.


Akibatnya, bangsa Indonesia juga disuguhi kegaduhan nasional. Sesama anak bangsa saling melakukan persekusi dan saling melaporkan ke ranah hukum.


"Seolah tidak ada lagi ruang dialog dan tukar pikiran. Belum lagi tradisi bar-bar seperti sweeping bendera, sweeping forum diskusi dan lain-lain, yang sama sekali tidak mencerminkan kehidupan di negara demokrasi," tuturnya lagi.


Menurutnya lagi, hal tersebut merupakan dampak buruk penerapan ambang batas pencalonan presiden, atau dalam kasus tertentu juga terjadi di ajang pemilihan kepala daerah.


"Di mana rakyat dihadapkan hanya kepada dua pilihan,” kata dia lagi.


Alirman juga tidak memungkiri jika berkongsi dalam politik adalah wajar. Namun, hal itu menjadi jahat ketika kongsi tersebut mendesain agar hanya ada dua pasang kandidat capres-cawapres yang berlawanan dan memecah bangsa.


"Atau sebaliknya seolah-olah berlawanan, tapi sudah didesain siapa yang bakal menang," kata Alirman Sori.


Menurutnya lagi, di sisi lain ambang batas pencalonan presiden tidak sesuai keinganan masyarakat. Karena presidential threshold itu mengerdilkan potensi bangsa ini dalam memilih calon pemimpin.


"Tetapi, kemunculannya digembosi aturan main tersebut. Rakyat menjadi berkurang pilihannya karena semakin sedikit kandidat yang bertarung," tutup Alirman Sori.(ha)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama