Yudas Sabaggalet : UU Provinsi Sumatera Barat Belum Akomudir Etnis Mentawai

 Yudas Sabaggalet, bersama wartawan sesaat setelah acara diskusi di Kantor LKAAM Sumatera Barat

"UU No.17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat yang disahkan oleh DPR RI pada 30 Juni 2022, menurutnya cakupan isi UU tersebut telah mengakomodir kepentingan masyarakat Sumbar yang bertujuan untuk memajukan pembangunan Sumbar. Namun dalam konteks lain, UU itu belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan Sumbar, khususnya bagi etnis Mentawai yang mempunyai budaya yang berbeda".


Padang, integritasmedia.com - KEBERADAAN Kepulauan Mentawai sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Tengah telah diakui oleh negara, dibuktikan dengan kunjungan wakil presiden pertama Republik Indonesia, Muhammad Hatta yang pernah datang dan berkunjung ke Kepulauan Mentawai (hal tersebut dibuktikan dengan sebuah foto yang muncul dalam Pameran Arsip Kabupaten Kepulauan Mentawai yang diadakan dalam rangka Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai di Tuapejat pada tgl. 4 Oktober 2017) silam.


Hal tersebut diungkapkan Yudas Sabaggalet, SE Mantan Bupati Kepulauan Mentawai dalam diskusi dengan Dewan Pimpinan Daerah Tim Pembela Akidah Islam (DPD TPAI) Provinsi Sumatera Barat, Selasa (27/9/22) di Kantor LKAAM Sumbar.


Dilanjutkan Yudas, Bung Hatta berkunjung ke Mentawai dalam rangka lawatan resminya ke Provinsi Sumatera Tengah. Bung Hatta berangkat dari Jakarta ke Padang pada hari Sabtu, 10 Mei 1952. Selama berada di Sumatera Tengah, selain ke Mentawai, Bung Hatta juga mengunjungi beberapa daerah lain seperti, Kerinci, Pariaman, Padang Mengatas, Sawahlunto, Pekanbaru, Jambi, Indarung, Kayu Aro, Solok, dan Singkarak. 


"Di Mentawai, kunjungan itu dimulai Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 14 Mei 1952. Selama berada Kepulauan Mentawai, beliau mengunjungi Sikabaluan, Siberut, Sioban, dan Sikakap", papar Yudas.


"Hal ini merupakan pengakuan negara, atas keberadaan Mentawai sebagai bagaian dari wilayah Sumatera Tengah. Namun kini, Mentawai merasa tidak menjadi bagian dari Sumatera Barat, tidak juga Jambi, maupun Bengkulu, setelah DPR RI mensyahkan UU No.22 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat", urai Yudas.


Dikatakan Yudas Sabaggalet terkait pengesahan UU tentang Provinsi Sumatera Barat yang disahkan oleh DPR RI pada 30 Juni 2022, menurutnya cakupan isi UU tersebut telah mengakomodir kepentingan masyarakat Sumbar yang bertujuan untuk memajukan pembangunan Sumbar. Namun dalam konteks lain, UU itu belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan Sumbar, khususnya bagi etnis Mentawai yang mempunyai budaya yang berbeda.


"UU ini belum mengakomodir kearifan lokal Mentawai. Sebab UU ini mengasumsikan bahwa di Sumbar hanya ada satu etnis saja. Seolah-olah Mentawai tidak menjadi bagian dari Sumbar," jelas Yudas dalam diskusi yang dipimpin oleh Ketua DPD TPAI Sumbar, Anul Zufri, SH, MH.


Lanjut Yudas, secara de facto Kepulauan Mentawai termasuk ke dalan Provinsi Sumatera Barat yang pembangunannya juga menjadi tanggung jawab bersama pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Namun, dalam UU tersebut tidak mengakomodir kepentingan Mentawai.


"Kita berharap agar ada keadilan dalam isi UU Provinsi Sumatera Barat tersebut. Dan UU itu akan adil dan dapat diterima apabila juga membicarakan eksistensi Mentawai yang juga menjadi bagian dari Sumbar", imbuhnya.


Dilanjutkannya, sebenarnya ini bisa diterima jika ada pembicaraan tersendiri tentang kebudayaan Mentawai. Maka akan menjadi adil untuk etnis Mentawai. Kalau sekarang rasanya tidak jelas dan tidak adil bagi Mentawai.


Lebih lanjut, Yudas menuturkan agar pemerintah memberikan tambahan pasal atau ayat yang mengakomodir ciri khas etnis Mentawai, melalui tambahan pasal atau dasar hukum yang mengakomodir kepentingan Mentawai. 


Yudas menegaskan bahwa munculnya persoalan ini bukan untuk menggugurkan UU yang sudah disahkan, namun meminta keadilan untuk etnis Mentawai sebagai orang Sumbar yang dari sisi etnis berbeda tetapi masih menjadi satu kesatuan dengan wilayah Sumatera Barat. 


Dituturkan Yudas, kedepan akan dilihat perkembangan UU tersebut apakah ada penambahan pasal atau tidak, apabila tidak memungkinkan untuk penambahan pasal atau ayat maka pihaknya akan memperjuangkan lewat jalur konstitusional maupun hukum.


"Kita tidak berniat menggugurkan UU ini, tetapi akomodirlah etnis kami meskipun berbeda tetapi kan masih orang Sumatera Barat", ucapnya lagi.


Diakui Yudas sebelumnya pihaknya tidak mengetahui rancangan UU tentang Provinsi Sumbar tersebut, karena tidak adanya sosialisasi mengenai RUU Provinsi Sumbar, tidak ada dialog atau diskusi. Tiba-tiba saja keluar UU ini. 


Disini Yudas melihat, dikeluarkannya UU Provinsi Sumatera Barat ini terkesan terburu-buru, karena rendahnya partisipasi masyarakat, dan mungkin kajian akademisnya belum tuntas sama sekali, akhir Mantan Bupati Kepulauan Mentawai itu.(ha)

Post a Comment

أحدث أقدم