Kawa Daun, Kuliner Lokal yang Harus Dipopulerkan ke Wisatawan

Batusangkar, integritasmedia.com - KAHWA (kopi) daun merupakan produk kuliner lokal dari Sumatera Barat. Diketahui, kata kahwa berasal dari bahasa Arab yang artinya "kopi" Kahwa Daun yang diseduh dengan air panas menghasilkan minuman yang disebut minuman kahwa daun dalam masyarakat di Sumatera Barat menyebut dengan nama "aia kawa". Minuman kahwa daun disajikan dengan wadah dari batok kelapa (tempurung) dan dituangkan dari tempat penyimpannya berupa "perian bambu" dengan tutupnya dari "ijuk".


Yang paling umum di kosumsi dari tanaman kopi adalah bagian biji yang diolah menjadi bubuk kopi dengan citarasa yang luar biasa. Bagian-bagian lain dari tanaman ini bukanlah sesuatu yang cukup “wajar” untuk dikonsumsi. 

Namun, masyarakat Minang seperti di Nagari Pasie Laweh, Kecamatan Sungai Tarab, Tanah Datar dan sebahagian besar daerah Sumatera Barat memiliki cara tersendiri untuk mengolah tanaman kopi tersebut untuk di kosumsi.


Di Pasie Laweh, daun kopi biasa diolah menjadi minuman yang kenikmatannya tidak kalah dengan kopi pada umumnya. Berasal dari tanaman kopi, minuman ini diolah seperti cara mengolah teh. Disinilah letak keunikan Kawa Daun, demikian nama minuman tersebut, di nagari yang pernah dihantam galodo besar Marapi tahun 1979 silam.


Cerita ini pernah dituturkan Etek Sunah (almarhumah) penjual daun kopi kering, warga Jorong Babussalam Pasie Laweh kepada integritasmedia saat bertandang ke "parak" kopinya di ladang sumua. Katanya, munculnya minuman Kawa Daun ini dampak dari penindasan yang dilakukan oleh kaum kolonial yang berkuasa saat itu. Pada masa penjajahan, seluruh hasil panen buah kopi yang berasal dari Ranah Minang diekspor ke luar negeri. Kopi merupakan salah satu komoditi yang bernilai tinggi di Eropa, dan. tidak meninggalkan satu biji pun di daerah jajahannya.


Akibat dari kebijakan tersebut, warga pribumi tidak mendapat kesempatan untuk menikmati minuman hasil seduhan buah kopi. Mereka hanya boleh menanam, namun tidak bisa mencicipi. Namun, "tak kayu janjang dikapiang, tak ameh bungka diasah". Mereka mengakalinya dengan menyeduh daun kopi yang dipercaya masih mengandung kafein, dengan cita rasa tidak kalah dengan olahan bijinya.

Kawa Daun diolah sama seperti cara mengolah daun teh. Daun kopi awalnya akan dikeringkan terlebih dahulu, lalu disangrai selama 12 jam. ketika akan diminum, daun yang sudah disangrai ini akan dicampur dengan air dingin lalu dijerang hingga airnya mendidih.


Atau, daun kopi akan diasapi hingga kering, lalu disiram dengan air panas di dalam sebuah tabung bambu (perian bambu). Lalu, gula akan ditambahkan sebagai pemanis dan jadilah minuman Kawa Daun.


Kawa Daun ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu berpadunya rasa antara teh dan kopi. Aromanya terasa lebih ringan dan lembut, sementara warnanya pun lebih jernih dari kopi. Cenderung mirip dengan warna teh. Selain itu, Kawa Daun tidak dinikmati dengan menggunakan gelas atau cangkir, namun menggunakan wadah dari tempurung kelapa yang diberi tatakan bambu. Hal ini ikut menambah kekhasan dari Kawa Daun. Minuman ini sangat cocok dinikmati sebagai penghangat suasana dikala cuaca dingin, sebari ditemani jajanan kecil.


Walaupun masyarakat Minang sudah bisa kembali mencicipi kopi yang diolah dari bijinya. Namun, tradisi minum kopi daun tidak berhenti begitu saja. Bahkan hingga saat ini, Kawa Daun masih menjadi salah satu minuman yang cukup populer di Sumatera Barat. 

Anda bisa dengan mudah menemukan kedai kopi yang menyediakan Kawa Daun di berbagai kota di Sumatera Barat seperti Payakumbuh, Bukittinggi, Batusangkar dan tempat-tempat lainnya. 


Khusus untuk kawasan Batusangkar, kenikmatan dan kekhasan rasa kopi daun ini dapat dinikmati pada sore Selasa dan Rabu pagi menjelang siang (saat balai boa di Sungai Tarab) sembari menyantap gulai kambing.(ha)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama