EKSEKUSI JAMINAN PERORANGAN (PERSONAL GUARANTEE) TERHADAP DEBITUR YANG WANPRESTASI


Oleh :

Inneke Maharani Rizki Mulyanda, S.H

Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Andalas

Email : im.rizkimulyandalubis@gmail.com


ABSTRACT

This research aims to find out how to carry out executions on the personal assets of individual guarantors if there is a default on the debtor they guarantee, and how to carry out executions if the individual guarantor dies. This type of research is normative legal research. Based on the results of this research, it is known that nothing in the agreement has been included in the regulations regarding individual guarantees, namely articles 1820-1850 of the Civil Code which states that assets belonging to individual guarantors can be confiscated and executed in the event of a default by the debtor. The procedure used to execute an Individual Guarantee is the usual execution, namely: Warning, Execution Order (Determination), Execution Minutes, Execution Confiscation, Auction Sale. And if an individual guarantor dies then all his inheritance becomes the responsibility of his heirs. stated in article 1826 of the Civil Code.

Keywords: Execution, Individual Guarantee, Default.


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pelaksanaan eksekusi atas harta kekayaan pribadi pemberi jaminan peroangan apabila terjadi wanprestasi atas debitur yang dijaminkannya, dan pelaksanaan eksekusi bila penjamin jaminan perorangan meninggal dunia. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa didalam perjanjiannya tidak ada satupun yang telah dicantumkan didalam peraturannya tentang jaminan perorangan yaitu pasal 1820-1850 KUHPerdata yang menyatakan bahwa harta kekayaan yang mana milik penjamin perorangan yang dapat disita dan dieksekusi bila mana terjadinya wanprestasi oleh debitur wanprestasi. Prosedur yang digunakan untuk eksekusi Jaminan Perorangan adalah pelaksanaan eksekusi seperti biasa yaitu: Peringatan, Surat Perintah (Penetapan) Eksekusi, Berita Acara Eksekusi, Sita Eksekusi, Penjualan Lelang Dan apabila seorang penjamin perorangan ini meninggal dunia maka segala harta warisannya menjadi pertanggung jawaban dari ahli warisnya tercantum dalam pasal 1826 KUHPerdata.

Kata Kunci : Eksekusi, Jaminan Perorangan, Wanprestasi.


Latar Belakang

Kehidupan orang pribadi atau badan hukum tidak selalu berjalan dengan baik; mereka seringkali mengalami masalah keuangan sehingga mereka tidak lagi sanggup membayar utang. Orang pribadi atau badan hukum membutuhkan dana untuk melakukan kegiatannya, tetapi tidak selamanya mereka memiliki dana yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhannya. rang pribadi atau badan hukum sering meminjam uang yang dibutuhkan kepada pihak lain, seperti bank, untuk menutupi kekurangan uang tersebut. Di sini, orang yang meminjam uang disebut kreditur atau si berpiutang, dan orang yang menerimanya disebut debitur atau si berutang. Kreditur memberikan pinjaman atau kredit kepada debitur karena mereka percaya bahwa debitur akan mengembalikannya kepada kreditur tepat waktu. Kreditor tidak akan memberikan pinjaman kepada debitor tepat waktu jika mereka tidak percaya pada mereka. Pihak debitor sering menggunakan jaminan pada saat perjanjian utang untuk menjamin utang debitor itu sendiri. Ada dua jenis jaminan: umum dan khusus. Jaminan umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan : 

“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk segala perikatan perorangan debitur itu”

Berdasarkan aturan ini, semua harta benda debitur dapat digunakan sebagai jaminan untuk utang, apakah itu barang bergerak atau tidak bergerak. Namun, perjanjian utang piutang tidak diikuti dengan perjanjian jaminan, sehingga debitur dapat melakukan perikatan tanpa jaminan. Pada dasarnya, jaminan dibedakan menjadi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum didasarkan pada perjanjian bahwa jaminan berasal dari pihak debitor dan merupakan tanggung jawab hukum bagi debitur. Dengan memberikan pinjaman kepada debitor, kreditor secara otomatis mendapatkan jaminan umum atas harta benda bergerak dan tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan datang. Hal ini menjadi jaminan untuk seluruh keuangan debitur.Namun, jika debitor tidak membayar, kreditor hanya dapat meminta pengadilan untuk menyita dan melelang seluruh harta debitor jika tidak ada hak lain yang lebih disukai dari harta debitor. Jaminan khusus adalah jaminan yang dibuat oleh perjanjian jaminan perorangan antara kreditor dan debitor.

Dengan memberikan pinjaman kepada debitor, kreditor secara otomatis mendapatkan jaminan umum atas harta benda bergerak dan tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan datang. Hal ini menjadi jaminan untuk seluruh keuangan debitur.Namun, jika debitor tidak membayar, kreditor hanya dapat meminta pengadilan untuk menyita dan melelang seluruh harta debitor jika tidak ada hak lain yang lebih disukai dari harta debitor. Jaminan khusus adalah jaminan yang dibuat oleh perjanjian jaminan perorangan antara kreditor dan debitor.

Berdasarkan Pasal 1820 KUH Perdata, Jaminan perorangan (borgtocht atau personal guarantee) adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini tidak memenuhinya. Dapat dikatakan bahwa adanya jaminan perorangan itu muncul jika sebelumnya ada perjanjian pokok, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian jaminan perorangan ini bersifat assesoir. Penjamin memiliki hak istimewa yang melekat pada dirinya yang tercantum pada Pasal 1831 KUH Perdata “si penaggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai, sedangkan benda - benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

Bagaimana cara pelaksanaan eksekusi atas harta kekayaan pribadi pemberi jaminan peroangan apabila terjadi wanprestasi atas debitur yang dijaminkannya?

Bagaimana cara pelaksanaan eksekusi bila penjamin jaminan perorangan meninggal dunia?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :

Untuk mengetahui cara pelaksanaan eksekusi atas harta kekayaan pribadi pemberi jaminan peroangan apabila terjadi wanprestasi atas debitur yang dijaminkannya.

Untuk mengetahui cara pelaksanaan eksekusi bila penjamin jaminan perorangan meninggal dunia.

Metode Penelitian

L. Morris Cohen mendefinisikan penelitian hukum sebagai segala aktifitas seseorang untuk menjawab permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktisi, baik yang bersifat asas-asas hukum, norma-norma  hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, maupun yang berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat.

Adapun dalam metode penelitian ini, penulis menggunakan komponen-komponen sebagai berikut :

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. Penelitian yuridis normatif sering dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.

Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secondary data atau data sekunder yang mencakup dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Data sekunder digolongkan menjadi bahan hukum yang terdiri dari :

Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Bahan tersebut terdiri dari :

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 99/PDT.G/2010/PN-LP

Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum berupa dokumen-dokumen resmi, buku-buku hasil penelitian yang berwujud laporan, jurnal, dan lainnya.

Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum tersier yang berupa kamus hukum, bahan seminar, media massa, dan internet.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library research, artinya sebuah teknik dengan mengkaji buku-buku atau kitab-kitab terkait dengan penelitian ini yang berasal dari perpustakaan (bahan pustaka). Semua sumber berasal dari bahan-bahan tertulis (cetak) yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan literatur-literatur lainnya (elektronik). 

Analisis Data

Analisis data merupakan penyusunan terhadap data yang telah diolah untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Data yang telah diperoleh dari hasil memilah data akan disajikan secara teratur dan sistematis. Data akan diolah secara yuridis kualitatif, yaitu dengan memperlihatkan fakta-fakta data hukum yang dianalisis dengan uraian kualitatif terhadap fokus penelitian. Analisis akan dilakukan terhadap data sekunder yang telah diperoleh selama penelitian. Uraian data penelitian berwujud kata-kata tanpa menggunakan angka-angka dengan berpangkal pada hukum atau norma yang berlaku.


TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan umum tentang Jaminan

Pengertian Jaminan

Jaminan merupakan suatu barang, harta, atau benda yang diberikan oleh debitur kepada kreditur dalam pengajuan suatu pinjaman. Jaminan berasal dari Bahasa Belanda, zekerheid atau cautie. Selain itu, dalam perbankan, jaminan disebut juga sebagai agunan. Untuk memaknai jaminan secara pragmatis, bisa dilihat dari kasus pinjaman ke bank.

Jenis-jenis Jaminan

Jenis-jenis jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua), diantaranya :

Jaminan Perorangan. Merupakan jaminan yang diberikan perorangan kepada bank.

Jaminan Perusahaan. Merupakan jaminan yang diberikan oleh perusahaan kepada bank.

Contoh-contoh harta yang bisa dijadikan Jaminan

Untuk mendapatkan pinjaman dan fasilitas lain dari bank, nasabah harus memiliki jaminan untuk diberikan kepada bank. Contohnya seperti di bawah ini :

Properti

Kendaraan

Logam Mulia

Kapal dan Pesawat

Hasil Kebun

Hasil Ternak

Surat Berharga dan lain-lain.

Tinjauan umum tentang Jaminan Perorangan (borgtocht atau personal guarantee)

Pengertian Jaminan Perorangan (borgtocht atau personal guarantee)

Berdasarkan Pasal 1820 KUH Perdata, Jaminan perorangan (borgtocht atau personal guarantee) adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini tidak memenuhinya. Dalam praktik, jaminan perorangan dapat memberikan keyakinan tambahan kepada bank untuk memberikan kredit kepada debitur. Jika terjadi masalah kredit macet, penjamin bertanggung jawab untuk membayar hutang debitur jika debitur tidak dapat membayarnya lagi atau tidak memiliki harta benda yang dapat disita. Jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Perorangan (borgtocht atau personal guarantee)

Dalam hal penyelesaian eksekusi Jaminan Perorangan, Prosedur yang digunakan untuk eksekusi Jaminan Perorangan (Personal Guarantee) adalah pelaksanaan eksekusi seperti biasa yaitu :

Peringatan (Aanmaning)

Prosedur eksekusi dimulai dari pengajuan permohonan oleh pihak yang memutus perkara tersebut dalam tingkat pertama. Permohonan eksekusi dapat diajukan secara tertulis atau lisan oleh penggugat sendiri atau dikuasakan kepada orang lain dengan surat kuasa khusus.

Surat Perintah (Penetapan)

Eksekusi Apabila tenggang waktu peringatan telah terlampaui tetapi termohon eksekusi tidak menjalankan putusan secara sukarela atau termohon eksekusi tidak hadir memenuhi panggilan ketua pengadilan negeri, maka dengan sendirinya dia berhadapan dengan proses eksekusi secara paksa sebagaimana ditentukan pasal 197 (1) HIR, yakni ketua pengadilan negeri secara eks officio menerbitkan surat perintah ( penetapan) eksekusi.

Berita Acara Eksekusi

Eksekusi putusan hakim dimulai dengan dilakukan sita eksekutorial, kecuali jika sebelumnya telah dilakukan sita jaminan (conservatoir beslag), maka sita coservatoir itu setelah putusan dijatuhkan akan memperoleh titel eksekoturial dan tidak perlu dilakukan penyitaan ulang karena tindakan sita coservatoir tersebut didalam putusan dinyatakan sah dan berharga. Sedang sita eksekusi (executirual beslag) tidak perlu dinyatakan sebagai sita yang sah dan berharga karena tindakan sita eksekusi didasarkan atas putusan yg mempunyai titel eksekutorial.

Sita Eksekusi

Apabila pihak termohon eksekusi (tergugat) tidak hadir memenuhi panggilan peringatan (aanmaning) tanpa alasan yang sah, atau setelah masa peingatan terlampaui namun tetap tidak mau secara sukarela memenuhi atau melaksanakan isi (diktum) putusan yang berhak dieksekusi, maka ketau pengadilan negeri secara eks officio mengeluarkan suatu surat penetapan yang berisi perintah kepada panitera atau juru sita untuk melakukan sita eksekusi (executorial beslag) terhadap harta kekayaan termohon eksekusi menurut tata cara dan syarat yang diatur dalam pasal 197 HIR.

Penjualan Lelang

Suatu sita eksekusi yang telah memiliki kekuatan mengikat dengan sendirinya mempunyai kekuatan eksekutorial (executorial vii krascht),artinya sita eksekusi tersebut dapat dilanjutkan dengan melakukan penjualan lelang sebagai tahap akhir dari proses eksekusi pembayaran uang (ececutorial verkoop). Berdasarkan sita eksekusi yang sah dan mempunyai kekuatan eksekutorial tersebut ketua pengadilan negeri memerintahkan (melalui penetapan) penjualan lelang dengan bantuan jawatan lelang.


PEMBAHASAN

Seorang penjamin penjamin perseorangan atau yang biasa disebut dengan personal guarantee memiliki hak istimewa yang terdapat dalam pasal 1831 KUHPerdata, namun biasannya dalam perjanjian penjaminan tersebut terdapat klausul yang menyatakan bahwa personal guarantee melepaskan hak istimewanya yang sebenarnya memiliki akibat hukum kepada personal guarantee tersebut.

Seringkali tidak disadari bahwa apabila penjamin melepaskan hak istimewanya dan debitur lalai untuk melunasi utang-utangnya kepada kreditur atau lebih yang telah jatuh tempo, penjamin dapat terlebih dahulu diminta pertanggung jawaban atas kelalaian debitur tersebut tanpa terlebih dahulu meminta pertanggung jawaban kepada debitur. Dalam hal ini, penjamin dapat menolak untuk meminta debitur untuk melunasi utang-utang tersebut. Karena penjamin memiliki kepentingan ekonomi dalam usaha debitur, seperti sebagai direktur atau pemegang saham terbesar, penjamin secara pribadi menjamin utang perusahaan. Ini adalah alasan mengapa perjanjian pemjaminan banyak digunakan saat ini.

Dalam kasus di mana pihak yang kalah, atau tergugat, tidak secara sukarela menolak untuk melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan oleh hakim, pilihan terakhir adalah eksekusi. Dalam waktu satu minggu atau sepuluh hari sejak putusan diberitahukan secara langsung kepada seseorang, seseorang dianggap berhak untuk menjalankan putusan secara sukarela. Namun, jika tenggang waktu tersebut telah terlewati, tergugat dapat dianggap ingkar dalam menjalankan putusan, sehingga upaya eksekusi dapat dilakukan secara paksa.


Peringatan (Aanmaning)

Prosedur eksekusi dimulai dari pengajuan permohonan oleh pihak yang memutus perkara tersebut dalam tingkat pertama. Permohonan eksekusi dapat diajukan secara tertulis atau lisan oleh penggugat sendiri atau dikuasakan kepada orang lain dengan surat kuasa khusus.

Surat Perintah (Penetapan) Eksekusi

Apabila tenggang waktu peringatan telah terlampaui tetapi termohon eksekusi tidak menjalankan putusan secara sukarela atau termohon eksekusi tidak hadir memenuhi panggilan ketua pengadilan negeri, maka dengan sendirinya dia berhadapan dengan proses eksekusi secara paksa sebagaimana ditentukan pasal 197 (1) HIR, yakni ketua pengadilan negeri secara eks officio menerbitkan surat perintah (penetapan) eksekusi.

Berita Acara Eksekusi

Eksekusi putusan hakim dimulai dengan dilakukan sita eksekutorial, kecuali jika sebelumnya telah dilakukan sita jaminan (conservatoir beslag), maka sita coservatoir itu setelah putusan dijatuhkan akan memperoleh titel eksekoturial dan tidak perlu dilakukan penyitaan ulang karena tindakan sita coservatoir tersebut didalam putusan dinyatakan sah dan berharga. Sedang sita eksekusi (executirual beslag) tidak perlu dinyatakan sebagai sita yang sah dan berharga karena tindakan sita eksekusi didasarkan atas putusan yg mempunyai titel eksekutorial.

Sita Eksekusi

Apabila pihak termohon eksekusi (tergugat) tidak hadir memenuhi panggilan peringatan (aanmaning) tanpa alasan yang sah, atau setelah masa peingatan terlampaui namun tetap tidak mau secara sukarela memenuhi atau melaksanakan isi (diktum) putusan yang berhak dieksekusi, maka ketau pengadilan negeri secara eks officio mengeluarkan suatu surat penetapan yang berisi perintah kepada panitera atau juru sita untuk melakukan sita eksekusi (executorial beslag) terhadap harta kekayaan termohon eksekusi menurut tata cara dan syarat yang diatur dalam pasal 197 HIR.

Penjualan Lelang

Suatu sita eksekusi yang telah memiliki kekuatan mengikat dengan sendirinya mempunyai kekuatan eksekutorial (executorial vii krascht),artinya sita eksekusi tersebut dapat dilanjutkan dengan melakukan penjualan lelang sebagai tahap akhir dari proses eksekusi pembayaran uang (ececutorial verkoop). Berdasarkan sita eksekusi yang sah dan mempunyai kekuatan eksekutorial tersebut ketua pengadilan negeri memerintahkan (melalui penetapan) penjualan lelang dengan bantuan jawatan lelang.

Dalam perkara yang penulis bahas, kasus yang terjadi pada Nusantara Sitepu dan Masta Br. Sebayang serta Demon Tarigan, Robina Br. Tarigan, Dewi Herlina Br. Tarigan dimana ketiganya adalah ahli waris dari Alm. Mbue Malem Tarigan. Pada tanggal 1 desember 1999 Alm. Mbue Malem Tarigan mengikatkan dirinya sebagai penjamin perorangan (Personal Guarantee) dalam perjanjian kredit No. 00464/PA/XII/1999 No. A/C 134- 30-0346 yang dilakukan oleh Masta Br. Sebayang dengan Nusatara Sitepu selaku Direktur PT. BPR Solider Dari perjanjian tersebut Masta Br. Sebayang memberikan jaminan berupa jaminan fidusia yaitu 1 (satu) unit kendaraan bermotor roda 4 (empat) berwarna biru merk Toyota, jenis mobil barang, Nomor Rangka RN 25-288692, Nomer Mesin 12R-1475250, Nomor Polisi BK 9827 DE, a/n Mbue Malem Tarigan, dan pemberian jaminan perorangan oleh Mbue Malem Tarigan. Seiring berjalannya waktu Masta Br. Sebayang tidak juga dilunasi hutangnya pada waktu jatuh tempo terhitung tanggal 1 Oktober 2000 bahkan hingga sampai tanggal 20 oktober 2010. Dan pihak debitorpun hanya mampu membayar utangnya sebagian. Kemudian Nusatara Sitepu selaku Direktur PT. BPR Solider mengajukan viii permohonan gugatan ke Pengadilan pada Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Alm. Mbue Malem Tarigan ( Demon Tarigan, Robina Br. Tarigan, Dewi Herlina Br. Tarigan ). yang dimana sebagai penjamin turut dimintakan pertanggungjawabannya sehingga juga menjadi tergugat secara bersamaan dengan Masta Br. Sebayang.

Namun pada perkara kali ini berbeda dengan perkara yang lain, karena penjamin pada perkara ini sudah meninggal dunia dan yang tersisa hanyalah ahli warisnya. Dan ahli warisnya diminta harus menyelesaikan hutang dari pewaris sebelumnya yaitu Alm. Mbue Malem Tarigan, sehingga kedudukan dalam perkara ini ahli waris yaitu Demon Tarigan, Robina Br. Tarigan, Dewi Herlina Br. Tarigan sah menurut peraturan perundang-undangan pasal 1826 KUHPerdata.

Menurut penulis, keputusan majelis hakim sudah tepat dengan peraturan yang berlaku mengenai tanggung renteng ahli waris. Karena penjamin jaminan perorangan telah melepaskan hak istimewanya, hakim menyatakan bahwa para tergugat secara tanggung menanggung seluruh utang. Jika debitur tidak dapat membayar hutang mereka dan dinyatakan wanprestasi, penjamin juga bertanggung jawab. Jika penjamin meninggal dunia, ahli warislah yang bertanggung jawab.

Seperti yang kita ketahui, pewaris adalah orang yang meninggal dunia yang meninggalkan kartu kekayaan, sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan peran pewaris dalam bidang hokum kekayaan karena pewaris tidak ada lagi.

Mewarisi berarti menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia. Dalam hal warisan, ahli waris diberi kebebasan untuk memilih untuk menerima atau menolak warisan. Jika ahli waris menolak warisan, semua tanggung jawab yang dibuat oleh pewaris hilang, sedangkan jika ahli waris menerima warisan, ahli waris bertanggung jawab atas semua tanggung jawab yang dibuat oleh pewaris selama hayatnya. Hal ini diperjelas dalam Pasal 1826 Kitab Undang-Undang KUH Perdata yang menyebutkan :

“Perikatan-perikatan para penanggung berpindah kepada ahli warisahli warisnya.”

Hal ini berarti menegaskan bahwa segala perikatan yang dimiliki oleh pewaris akan jatuh kepada ahli warisnya, termasuk perikatan sebagai penjamin perseorangan. Selain itu diperkuat juga dengan Pasal 1100-1101 KUH Perdata. Pada Pasal 833 dan Pasal 955 KUH Perdata memberikan pengertian bahwa semua harta kekayaan, baik aktiva dan passiva, dengan matinya pewaris beralih kepada para ahli warisnya. Jadi, tidak saja harta kekayaan dalam bentuk hak-hak, melainkan juga harta kekayaan yang berupa kewajiban dan beban-beban lainnya, seperti legaat.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, ahli waris yang bertindak sebagai penjamin secara tidak langsung menerima harta warisan dari pewaris, bersama dengan ikatan-ikatannya. Dalam keputusan NO:99/PDT.G/2010/PN-LP, Majelis Hakim memutuskan bahwa ahli waris penjamin harus bertanggung jawab karena debitur telah dinyatakan wanprestasi dan harus membayar kewajiban dengan tanggung renteng. Majelis Hakim berpendapat bahwa ahli waris penjamin harus menerima semua harta dan hutang milik pewaris selama pewaris hidup.

Tanggung jawab ahli waris yang menggantikan kedudukan penjamin dalam keadaan debitur dinyatakan wanprestasi adalah :

Ahli waris bertanggung jawab atas pelunasan pembayaran utang milik debitur terhadap kreditur, karena secara tidak langsung setelah menerima harta warisan milik pewaris ahli waris sudah setuju untuk menanggung aktiva dan pasiva milik pewaris, termasuk perikatan- perikatan yang dibuatnya semasa hidupnya. Apabila debitur lalai maka ahli waris bertanggung jawab, sebagai penjamin, untuk membayar sisa utang milik debitur kepada krediturnya.

Penjamin merupakan objek kedua dalam hal harta benda debitur masih tidak mencukupi untuk melunasi utang-utangnya. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, tanggung jawab penjamin adalah melunasi sisa utang debitur setelah kreditur menuntut debitur terlebih dahulu dan harta benda debitur sudah disita dan dilelang, barulah jika utang tersebut masih belum terlunaskan, maka kreditur berhak untuk meminta pertanggung jawabannya untuk melunasi sisa utang tersebut. Karena seperti yang kita ketahui, penjamin hanyalah pihak ketiga diantara perjanjian debitur dan kreditur, yang secara sukarela mengikatkan dirinya untuk menjamin utang milik debitur (prinsip penagihan sekunder).

Jika hanya seletah warisan terbuka atau ada kematian, ahli waris dapat menolak harta warisan. Akibatnya, Pasal 1063 KUH Perdata menyatakan bahwa "sekalipun dalam suatu perjanjian perkawinan, seseorang tidak dapat melepaskan diri dari warisan seseorang yang masih hidup, atau mengalihtangankan hak-hak yang akan diperolehnya atas warisan demikian itu dikemudian hari." Ketentuan ini, tentu saja, tidak terlepas dari pertimbangan moral bahwa apabila seorang ahli waris melepaskan atau menolak harta warisan yang belum terbuka, itu sama saja dengan melepaskan atauSehubungan dengan status ahli waris yang ditolak, tidak ada yang dapat dipulihkan sepenuhnya dari penolakan warisan. Kecuali penolakan itu disebabkan oleh kesalahan atau paksaan (Pasal 1065 KUH Perdata).

Menurut penjelasan di atas, pewaris dapat menolak warisan dari seorang ahli waris pemberi jaminan perorangan. Ini berarti bahwa warisan yang diberikan oleh ahli waris terdiri dari hutang dan piutang, dan jika warisan itu lebih condong terhadap hutang, ahli waris berpikir untuk menolaknya.


PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis dapat menarik simpulan antara lain sebagai berikut :

Dalam hal penyelesaian eksekusi Jaminan Perorangan, Prosedur yang digunakan untuk eksekusi Jaminan Perorangan (Personal Guarantee) adalah pelaksanaan eksekusi seperti biasa yaitu :

Peringatan (Aanmaning)

Surat Perintah (Penetapan) Eksekusi

Berita Acara Eksekusi

Sita Eksekusi

Penjualan Lelang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, pada dasarnya jaminan perseorangan sulit untuk dieksekusi. Karena tidak adanya peraturan yang mengaturnya didalam undang-undang, jaminan perorangan hanya memberikan jaminan dirinya yang tidak diikatkan dengan jaminan apapun sehingga eksekusinya tidak jelas harta kekayaan yang mana yang dapat diproses untuk di eksekusi dan Karena si pemberi jaminan tidak ikut menikmati kredit yang diberikan.

Dalam hal mengenai warisan, ahli waris dizinkan untuk memilih menerima warisan tersebut atau menolaknya. Apabila ahli waris menolak warisan tersebut, maka segala perikatan milik pewaris tidak beralih kepada ahli waris, sedangkan jika ahli waris menerima warisan tersebut maka ahli waris bertanggung jawab atas segala perikatan yang dibuat oleh pewaris xiv semasa hidupanya. Hal ini diperjelas dalam Pasal 1826 Kitab Undang-Undang KUH Perdata yang menyebutkan :

“Perikatan-perikatan para penanggung berpindah kepada ahli warisahli warisnya.”

Hal ini berarti menegaskan bahwa segala perikatan yang dimiliki oleh pewaris akan jatuh kepada ahli warisnya, termasuk perikatan sebagai penjamin perseorangan.

Saran

Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, berikut ini dikemukakan beberapa saran yang ini peneliti sampaikan terkait peneliti kaji. Adapun hasil penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut: Dalam Jaminan Perorangan eksekusi yang dapat digunakan tidak ada diatur didalam peraturan manapun seperti yang dipergunakan didalam jaminan yang lainnya contohnya eksekusi Hak Tanggungan, eksekusi Fidusia, dan lain-lain. Jadi menurut penulis sebaiknya perlu adanya peraturan yang mengatur adanya eksekusi didalam penyelesaian perkara Jaminan Perorangan. Dan didalam jaminan ini tidak adanya aturan juga terkait dengan jaminan yang seperti apa yang dapat dijadikan sebagai jaminan perorangan, hanya menitik beratkan terhadap personal atau perorangannya saja yang tidak diikatkan juga dengan benda bergerak atau pun tidak bergerak milik penjamin, sehingga pemerintah atau pejabat yang berwenang untuk mengatur dan mengkhuskan jaminan ini dalam peraturan yang mengatur sendiri seperti jaminan hak tanggungan dan fidusia.


 Indonesia, Kitab Undang–Undang Hukum Perdata, Pasal.1131

 Sri Soedewi Masjchoen sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Cet.1, Liberty Offset, Yogyakarta, 1980, hlm. 44-45

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi Jaminan perorangan (Borgtocht) dan Perikatan Tanggung-Menanggung, Cet. 2 Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 1

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Himpunan Karya tentang Hukum Jaminan, Liberty Offset, Yogyakarta, 1982, hlm. 42

L Morris Cohen dan  Zainudin Ali, 2010,  Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 19.

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, 2010,  Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, hlm. 23.

Amirudin dan Zainal Asikin, 2004,  Pengantar Metode Penelitian Hukum, Grafindo Jakarta, hlm 118. 

 Bambang Sunggono, 2011, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 11.

Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press , Jakarta, halm 12.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit,., hlm 13-14.

Sutrisno Hadi, 1980, Metodologi Riserch 1, Gajah Mada, Yogyakarta, hlm 3.

Anton Suyanto, Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan,(Jakarta : Kencana, 2016), h.81

Indonesia, Kitab Undang–Undang Hukum Perdata, Pasal.1820

Luky Pangastuti, Pertanggung Jawaban Pihak Personal Guarantor Yang Dinyatakan pailit, Jurnal Hukum UNS, Vol. II, 2015, hlm.145.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit, hal.80-81.

  M. Khoidin, Hukum Eksekusi Bidang Perdata, LaksBang Justitia, Yogyakarta, 2019, Hal. 44.

Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.99/PDT.G/2010/PN-LP

Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.99/PDT.G/2010/PN-LP

Indonesia, Kitab Undang–Undang Hukum Perdata, Pasal.1826

J. Satrio, Hukum Waris tentang Pemisahan Boedel, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1998, hlm. 199.


DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Anton Suyanto,  2016, Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan, Kencana, Jakarta

J. Satrio, 1998, Hukum Waris tentang Pemisahan Boedel, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

______, 2003, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi Jaminan perorangan (Borgtocht) dan Perikatan Tanggung-Menanggung, Cet. 2 Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung.

M. Khoidin, 2019 Hukum Eksekusi Bidang Perdata, LaksBang Justitia, Yogyakarta.

Sri Soedewi Masjchoen sofwan, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Cet.1, Liberty Offset, Yogyakarta. 1982, Himpunan Karya tentang Hukum Jaminan, Liberty Offset, Yogyakarta.

Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Luky Pangastuti, 2015, Pertanggung Jawaban Pihak Personal Guarantor Yang Dinyatakan pailit, Jurnal Hukum UNS, Vol. II.

Peraturan Perundang-undangaz

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 99/PDT.G/2010/PN-LP

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama