Memilukan, Seorang Ibu Meninggal Setelah Diduga Ditolak IGD RSUD Rasidin Padang

Keadaan Desi Erianti (alm) sebelum meningal dunia (foto-FB Firman Rakyat Sumbar dan yur)


Padang, integritasmedia.com - SABTU (31/5/25) dinihari, ditengah udara dingin Kota Padang menjadi saksi bisu peristiwa memilukan yang menimpa seorang ibu rumah tangga, warga Jalan Pilakuik, Kelurahan Gunung Sariak, Kecamatan Kuranji. Desi Erianti begitu orang sekampungnya memangil almarhumah.


Tadi, sekitar pukul 06.00 WIB, perempuan berusia 40-an tahun itu mengembuskan napas terakhirnya setelah berjuang melawan sesak napas parah yang dideritanya sejak dini hari. 


Yang membuat kisah ini begitu memilukan adalah dugaan bahwa nyawa Desi tak terselamatkan karena sebelumnya sempat tidak mendapat layanan medis darurat dari rumah sakit pemerintah setempat (RSUD dr. Rasidin)


Desi merupakan pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) kartu jaminan kesehatan dari pemerintah yang seharusnya dapat menjamin layanan kesehatan gratis bagi masyarakat tidak mampu. Namun, kenyataan berkata lain.


Sekitar pukul 00.15 WIB, Sabtu dini hari, Desi mulai merasakan sesak napas hebat. Keluarga yang panik segera melarikannya ke IGD RSUD Rasidin Padang, satu dari rumah sakit rujukan. Namun di sinilah awal dari kisah tragis itu dimulai.


Menurut keterangan Yurnani, anggota keluarga korban, pihak IGD RSUD Rasidin menolak memberikan penanganan medis darurat dengan alasan bahwa kondisi Desi tidak termasuk kategori "emergency" atau gawat darurat. Keluarga disarankan untuk memindahkan pasien ke layanan umum, yang artinya menunggu antrean dan tidak langsung ditangani.


"Kami datang tengah malam dengan kondisi pasien yang sudah sesak napas berat. Tapi petugas mengatakan ini bukan darurat dan menyuruh kami ke layanan umum, karena menurut dokter Desi hanya sesak nafas dan tensinya normal jadi tidak memenuhi unsur kedaruratan. Bagaimana mungkin seseorang yang sesak napas parah tidak dianggap darurat?" ujar Yurnani penuh kecewa.


Merasa putus asa dan tanpa biaya lebih untuk membayar ambulans atau transportasi yang nyaman, keluarga terpaksa membawa Desi pulang dengan becak motor, berharap ada keajaiban yang akan menyelamatkan wanita paruh baya tersebut.


Namun, takdir berkata lain. Sekitar pukul 06.00 WIB pagi harinya, sesak napas Desi semakin memburuk. Keluarga kembali berupaya menyelamatkannya, kali ini membawanya ke RSU Siti Rahmah, rumah sakit swasta yang bersedia menerima pasien. Desi sempat mendapatkan pertolongan medis, namun takdir berkata lain. Nyawanya tak tertolong. Ia dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu pagi itu juga.


"Kami mencoba segalanya, tapi waktu itu sudah terlalu kritis. Andai saja dia ditangani saat pertama datang ke rumah sakit malam itu, mungkin semuanya akan berbeda," ucap Yudi, kerabat Desi yang juga merupakan wartawan Padang Ekspres dengan kecewa.


Tragedi Desi membuka luka lama tentang realita pelayanan kesehatan di negeri ini. Di atas kertas, program Kartu Indonesia Sehat menjanjikan akses layanan kesehatan yang cepat dan manusiawi bagi seluruh warga. Namun dalam praktiknya, banyak masyarakat kecil seperti Desi yang masih mengalami penolakan, prosedur rumit, dan ketimpangan perlakuan, bahkan dalam kondisi genting.


"Desi hanya punya KIS dan harapan untuk sembuh. Tapi sistem gagal menyelamatkannya. Dia meninggal bukan karena sesak napas saja, tapi karena dia tidak cukup dianggap penting oleh sistem saat itu," tambah Yudi dalam unggahannya di Facebook yang kemudian viral melalui akun Firman Rakyat Sumbar.


Tragedi ini juga memunculkan pertanyaan mendasar, seperti apa sebenarnya standar "emergency" dalam penanganan pasien IGD? Bagaimana seseorang yang mengalami sesak napas berat bisa dianggap tidak darurat oleh tenaga medis?


Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak RSUD Rasidin Padang terkait dugaan penolakan layanan medis ini. Namun publik telah terlanjur terusik. Banyak yang menilai bahwa tragedi ini adalah cermin dari lemahnya empati dan lemahnya implementasi program jaminan kesehatan di lapangan.


Kisah Desi Erianti bukanlah kisah satu orang semata. Ia menjadi representasi dari jutaan warga kecil yang menggantungkan hidup pada layanan publik, yang sering kali jauh dari kata memadai. Publik kini menanti: akankah ada evaluasi? Akankah ada yang bertanggung jawab?


Sementara itu, di Jalan Pilakuik, rumah sederhana keluarga Desi dipenuhi isak tangis. Seorang ibu rumah tangga yang tak pernah viral semasa hidupnya, kini jadi pusat perhatian karena wafat dalam ketidakadilan. 


Dan, menurut informasi dari pihak keluarga Walikota Padang Fadly Amran, beberapa jam setelah kejadian langsung datang ke rumah duka untuk menyampaikan permintaan maaf atas nama Pemerintah Kota Padang jika memang ada penolakan dari oknum RSUD seperti yang diberitakan, dan berjanji akan mengusut kejadian ini.(Mond/hen)


#PemkoPadang #RSUDRasidin #PasienDitolakRumahSakit #pelayanankesehatan #masyarakatmiskin #ketidakadilan

Post a Comment

أحدث أقدم