Terus Berkurangnya Rumah Gadang di Kota Padang, Rumah Gadang Kajang Padati Datuak Rajo Ibrahim Tapian Pasar Ambacang Sebagai Cagar Budaya

Rumah Gadang kaum Datuk Rajo Ibrahim di Pasar Ambacang Nagari Pauh IX Kecamatan Kuranji, Kota Padang (foto-dedi prima)


Padang, integritasmedia.com - RUMAH Gadang di Minangkabau melambangkan identitas, kebersamaan, dan nilai-nilai budaya masyarakatnya. Rumah ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai pusat kegiatan adat, pertemuan keluarga, dan simbol keberadaan suatu kaum. Mengingat semakin berkurangnya jumlah rumah gadang bercirikan Kajang Padati sebagai ciri khas bangunan tradisional Minangkabau di Kota Padang, maka berbagai upaya dilakukan untuk pelestariannya.


Begitu juga dengan Rumah Gadang kaum Datuk Rajo Ibrahim di Pasar Ambacang Nagari Pauh IX Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Rumah Gadang ini merupakan rumah kebesar dari Datuk Rajo Ibrahim yang merupakan penghulu/datuk dari pesukuan Koto. Rumah Gadang Dt. Rajo Ibrahim ini merupakan representasi bentuk bangunan tradisional di wilayah pesisir Minangkabau pada masa lalu yang kini telah masuk dalam inventaris Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sumatera Barat.


Rumah Gadang ini bertipe Rumah Kajang Padati yang memang khas untuk wilayah pesisir khususnya Padang. Rumah adat di pesisir memiliki bentuk dan konstruksi yang lebih sederhana daripada rumah adat di wilayah pedalaman (darek) di Minangkabau.


Hal ini dipengaruhi oleh karakter dan kapasitas manusianya. Masyarakat pesisir memiliki karakter yang lebih terbuka dan praktis, sehingga lebih mengedepankan dari sisi fungsional, bukan simbolisme.


Selain itu, masyarakat di wilayah pesisir yang menguasai teknik pertukangan atau konstruksi rumah gadang sudah sangat jarang, sehingga mempengaruhi bentuk rumahnya yang lebih disederhanakan. Berdasarkan informasi dari pemilik rumah, Rumah Gadang Dt. Rajo Ibrahim ini dibangun sekitar tahun 1900-an.  


Bangunan ini berdenah persegi panjang  dengan ukuran 16,5 meter x 14 meter. Bangunan berbentuk  rumah adat khas wilayah rantau atau pesisir Minangkabau berbentuk Rumah Kajang Padati. Bangunan hampir keseluruhan terbuat dari bahan kayu.


Bangunan ditopang oleh tiang, yang bagian bawahnya ditopang oleh batu sandi. Tiang rumah gadang pada bagian depan mencapai tinggi 4,8 meter dan bagian tengah mencapai 7,30 meter.


Pada bagian depan bangunan terdapat tangga masuk berbahan kayu dengan  7 anak tangga. Bagian depan juga  dilengkapi dengan serambi yang berlantai dan dinding kayu.Serambi rumah memilik lebar 2,8 meter.


Pintu masuk rumah gadang ini berjumlah 2 , bagian depan dan belakang dengan ukuran tinggi 2,3 meter dan lebar 1,47 meter. Pembagaian ruang pada Rumah  Gadang ini terdiri dari 3 (tiga) ruangan, ruangan pertama memiliki lebar 3,5 meter, ruangan kedua 3,6 meter, ruangan ketiga 3,6 meter.


Ruangan pertama merupakan ruang tamu, ruangan kedua untuk pertemuan adat atau acara dilingkungan kaum Datuak Rajo Ibrahim, sedangkan ruangan ketiga merupakan derta kamar. Pada bagian belakang bangunan ini terdapat  bangunan  surau  yang  berdempetaan  dengan  bangunan  rumah gadang. 


Rumah Gadang Datuak Rajo Ibrahim ini telah terdaftar dalam inventaris Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sumatera Nomor 77/BCB-TB/A/01/2007, yaitu sebelum lahirnya UU Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010.


Dimana pada UU terbaru ini, setiap objek atau bangunan yang disebut sebagai cagar budaya adalah yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota/kabupaten melalui proses penetapan oleh Tim Ahli Cagar Budaya.


Dalam hal ini, secara tak langsung rumah gadang ini sudah dianggap memiliki nilai sejarah yang melekat pada bangunan itu sendiri. Untuk proses penetapan tingkat kota (Pemerintah Kota Padang) direncanakan akan dilakukan secepatnya mengingat masih banyak bangunan lain yang berpotensi sebagai cagar budaya di Kota Padang yang belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tingkat Kota Padang.


Mengingat pentingnya nilai sejarah dan semakin berkurangnya jumlah rumah gadang bercirikan kajang padati sebagai ciri khas bangunan tradisional Minangkabau di Kota Padang, maka berbagai upaya dilakukan.

Rumah Gadang kaum Datuk Rajo Ibrahim yang telah dilengkapi dengan perpustakaan (foto-dedi prima)


Seperti pendekatan sercara persuasif dan berkelanjutan ketengah masyarakat khususnya kepada pemilik atau pengelola atau kaum kerabat yang bersentuhan dengan keberadaan rumah gadang.


Tim Pemanfaatan yang merupakan bagian dari Tim Reaksi Cagar Budaya dan Permuseuman Kota Padang, pada akhirnya mendapat respon dari pemilik rumah gadang, dalam hal ini Rumah Gadang Datuak Rajo Ibrahim. Ir. Mahelfi sebagai Panghulu yang menyandang gelar Datuak Rajo Ibrahim memberikan apresiasi yang cepat tentang bagaimana peninggalan nenek moyangnya ini bisa bermanfaat bagi orang banyak.


Sehingga tidak lapuk dimakan usia dan selalu bertahan.  Sebagai Panghulu Suku Koto Nan Batujuah Tapian Pasar Ambacang Nagari Pauh IX Ke. Kuranji Kota Padang, beliau meminta saran bentuk pemanfaatan yang relevan dengan kondisi dan letaknya. 


Melihat bentuk bangunan yang memiliki ruangan bawah yang tingginya lk 173 cm, dengan ruangan yang cukup luas serta akan mampu menampung beragam aktivitas, maka disarankan digunakan untuk ruang perpustakaan.


Usulan bersifat relatif dan universal, yaitu akan bermanfaat untuk jangka panjang jika ada yang mengurusnya, dan konsep perpustakaan dianggap cepat diterima karena akan memberi nuansa baru dalam peningkatan minat baca, minat akan kearifan loka, minal akan kebudayaan dan berkumulasi pada sikap menghargai nilai-nilai kebudayaan maupun pendidikan.


Pemanfaatan merupakan upaya pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. 


Walaupun belum bisa disebut sebagai cagar budaya yang definitif karena belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Padang, dan baru dalam terdaftar pada inventaris Balai Pelestarian Cagar Budaya (sekarang Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III atau BPK III) Sumatera Barat.


Namun upaya pemanfaatan harus dan perlu dilakukan tanpa harus menunggu proses administrasi kecagarbudayaannya terwujud. Dan bentuk pemanfaatan itu bisa disesuaikan kondisi, situasi dan prospek yang terlihat pada tempat bangunan bernilai cagar budaya itu berada.


Pilihan pemanfaatan melalui pendirian perpustakaan didasarkan kepada letak rumah gadang ini yang berada dipinggir jalan ke Kampus Unand, dekat dengan sekolah seperti SMP 10 Padang, dominan warga sekitar disamping pribumi juga terdapat mahasiswa, dan terdapat warung atau kafe yang berdekatan dengan rumah gadang ini.


Semoga bentuk perpustakaan ini menginisiasi munculnya pemanfaatan bangunan tradisional di Kota Padang yang kondisional.(dp/hen)


#SumbarRancak #KotaPadang #WisataBudaya #RumahGadang #KajangPadati #Pauh9Kuranji

Post a Comment

أحدث أقدم