IDENTIFIKASI KETERBATASAN PEMBIAYAAN SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA

Identification of Limited Financing Warehouse Receipt system in Indonesia



Oleh : Della Vintha Aria

Email: dellavinthaaria@gmail.com2.

Mahasiswa Prodi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Andalas


Abstrak 

Menurut Pasal 1 angka 2 UU Resi dikatakan bahwa maksud Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang Resi yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. Resi Gudang adalah surat berharga yang mewakili barang yang di simpan di Gudang sebagai surat berharga, resi Gudang dapat dialihkan atau diperjual belikan di pasar yang sudah terorganisasi (bursa) atau diluar bursa oleh pemegang resi Gudang di pihak ketiga. Rumusan masalah dari artikel ini antara lain adalah bagaimana Penentu Faktor atau Halangan Pembiayaan Komoditas Pertanian Sistem Resi Gudang di Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif yang mengacu kepada peraturan-peraturan yang tertulis atau hukum positif serta bahan-bahan hukum lain yang berkaitan dengan permasalahan. Sifat penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif, sedangkan Analisa yang penulis gunakan adalah secara kualitatif, dimana Analisa ditekankan pada aspek analisis subyektif penulis. 

Keyword: Resi Gudang, Sistem, Pembiayaan 


Abstract 

According to Article 1 point 2 of the Receipt Law, it is said that the purpose of the Warehouse Receipt is a document proving ownership of the goods stored in the Warehouse Receipt issued by the Warehouse Manager. Warehouse receipts are securities that represent goods stored in the warehouse as securities, warehouse receipts can be transferred or traded in an organized market (exchange) or outside the exchange by holders of warehouse receipts in third parties. The formulation of the problem from this article includes how to Determine Factors or Obstacles to the Agricultural Commodity Financing Warehouse Receipt System in Indonesia. Inthis study, the author uses library research methods that are juridical normative which refers to written regulations or positive laws and other legal materials related to the problem. The nature of the research that the author uses is descriptive research, while the analysis that the author uses is qualitative, where the analysis emphasizes the subjective analysis aspect of the author. 

Keyword: Warehouse Receipt, System, Financing


Pendahuluan 

Di mata dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan merupakan salah satu negara penghasil kekayaan pertanian yang melimpah, dan salah satu sektor utamanya berasal dari pertanian. Produksi pertanian ini awalnya dilakukan oleh petani mandiri, kemudian berkembang menjadi kelompok petani yang semuanya mempunyai permasalahan modal dan biaya yang serius. Hilangnya pangan pada musim panen raya merupakan permasalahan yang sering dihadapi petani karena kekurangan dana dan sering dimanfaatkan oleh pedagang dan rentenir. Resi gudang adalah dokumen yang menunjukkan penyimpanan suatu barang dalam jumlah dan kualitas tertentu (misalnya biji-bijian). Dokumen ini dapat digunakan untuk “keamanan” seperti transaksi yang memungkinkan petani mencari dana dari lembaga keuangan (perbankan/non-bank) yang secara alami bermitra untuk memenuhi kebutuhan uang tunai.1 Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Resi dikatakan bahwa maksud Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang Resi yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. Resi Gudang adalah surat berharga yang mewakili barang yang di simpan di Gudang sebagai surat berharga, resi Gudang dapat dialihkan atau diperjual belikan di pasar yang sudah terorganisasi (bursa) atau diluar bursa oleh pemegang resi Gudang di pihak ketiga. Sebab dari itu terjadinya pengalihan resi Gudang kepada pemegang resi Gudang yang baru diberikan hak untuk mengambil barang tercantum didalamnya. pembentukan UU Resi Gudang adalah menciptakan sistem pembiayaan perdagangan yang diperlukan oleh dunia usaha, terutama usaha kecil dan menengah termasuk petani. Pada umumnya mereka menghadapi masalah pembiayaan karena keterbatasan akses ke perbankan dan tidak adanya jaminan kredit benda tak bergerak seperti tanah dan bangunan. Selain itu juga adanya birokrasi dan administrasi yang berbelit-belit, kurangnya pengalaman bank dalam melayani wilayah perdesaan, tingginya biaya pinjaman dari sektor informal, tingginya tingkat risiko yang berhubungan dengan pengusaha atau produsen kecil, dan ketergantungan sektor formal terhadap pemerintah.2 Salah satu Upaya yang dilakukan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada dunia usaha adalah impelementasikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang (SRG) merupakan paying hukum dalam memberikan akses bagi usaha kecil dan menengah (UKM) maupun petani untuk mendapatkan pinjaman atau permodalan dari Bank Lembaga Keuangan Non-Bank. Dan saat ini sudah disempurnakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang perubahan Sistem Resi Gudang. Sistem Resi Gudang adalah Kegiatan berkaitan dengan penertiban, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian Resi Gudang (Pasal 1 angka 1 UU Resi Gudang). Resi Gudang dapat diakses untuk untuk memperoleh pembiayaan dengan mekanisme yang sederhana diperoleh petani serta usaha kecil dan menengah yang berbasis pertaninan.3 Sistem resi Gudang ini dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk dihasilkan para petani. Ada berapa komoditi harus memiliki persyaratan seperti: mempunyai usia simpan yang cukup lama (minimal 3 bulan), harganya berfluktuasi, yakni rendah saat musim panen, dan tinggi sataan musim panen atau paceklik dan mempunyai standar mutu tertentu. 


Kajian Literatur 

Resi Gudang sebagai alas hak (document of title) maka resi Gudang dapat dijadikan sebagai agunan. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang Sistem Resi Gudang diatur perihal pembebanan Resi Gudang sebagai hak atas Jaminan, pasal, yakni pasal 12 UU SRG dan Bab IV Pasal 16 dalam PP No. 36 Tahun 2007 tentang pelaksanaan UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang diatur secara khusus mengenai pembebanan Resi Gudang menjadi Jaminan. 

Syarat-syarat suatu resi Gudang menjadi jaminan, yaitu: 

1. Resi Gudang tersebut memuat objek jaminan : warkat yang mewakili komiditi (barang bergerak) Pertanian yang disimpan di gudang yang berada dalam pengawasan pengelola gudang yang terakreditasi, sebagaimana ditentukan dalam Permendag Nomor : 26/M-DAG/PER/6/2007 TentangBarang yang dapat disimpan di Gudang dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Barang didefinisikan sebagai setiap benda bergerak yang dapat disimpan dalam waktu tertentu dan diperdagangkan secara umum. Pada Pasal 3 diatur kriteria barang yang dapat disimpan, yakni: dapat disimpan minimum 3 (tiga) bulan, memenuhi standar mutu, dan memenuhi jumlah minimum barang yang dapat disimpan. 


2. Pengikatan jaminan didahului dengan perjanjian pokok ( yakni pinjam-meminjam uang). 


3. Pembebanan jaminan melalui perjanjian hak atas jaminan resi gudang, sgn memenuhi persyaratan perjanjian tersebut. 


4. Pemberitahuan pembebanan Resi Gudang sebagai agunan kepada Pusat Registrasi. 


Konsep pembiayaan komoditas telah berkembang dengan berbagai pendekatan seperti sistem pembiayaan. sistem resi gudang atau warehouse receipt financing system Struktur pembiayaan dibangun dalam tiga elemen utama, konsumen pemilik barang atau dagang sebagai konsumen peminjam (debitur) yang menggunakan barang komoditas hasil pertanian sebagai jaminan dan sumber pembayaran kembali pinjaman, institusi pendukung sebagai syarat membangun sistem resi gudang misalnya pengelola barang atau jaminan, pengelola gudang dan pasar komoditas, serta institusi pembiayaan sebagai sumber layanan pembiayaan. Dalam Permendag Nomor 26/M- DAG/PER/6/2007 juga telah ditetapkan delapan komoditas pertanian sebagai barang yang dapat disimpan digudang melalui penyelenggaraan SRG. Delapan komoditas dimaksud, meliputi: 

1. gabah, 

2. beras, 

3. kopi, 

4. kakao, 

5. lada, 

6. karet, 

7. rumput laut 


Metode Penelitian 

Metodi ini ditulis secara penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif yang mengacu kepada peraturan-pengaturan yang tertulis atau hukum positif serta bahan-bahan hukum lain yang berkaitan dengan permasalahan. Sifat penelitian deskriptif, sedangkan Analisa yang penulis gunakan secara kualitatif, Dimana Analisa ditekankan pada aspek analisis subyektid penulis. Metode ini sebisa mungkin bersifat opsional, hanya untuk artikel ini. 


Pembahasan 

pembiayaan merupakan hal penting untuk mendukung usaha pertanian. kemudahan akses pembiayaan secara teori dapat meningkatkan kinerja dan mendorong investasi dan pertumbuhan usaha lebih cepat.4 sektor pertanian di beberapa negara termasuk di Indonesia sejak masa lalu hingga waktu belakangan ini masih menghadapi berbagai kendala. Pembiayaan komoditas pertanian, sebuah konsep pembiayaan di bagian hilir usaha pertanian merupakan sistem pembiayaan alternatif yang secara konsep memiliki keunggulan dan dapat mengurangi kendala klasik pembiayaan pada usaha pertanian seperti kendala jaminan, likuiditas dan kemudahan persyaratan pembiayaan.5 Prinsip dasar pembiayaan komoditas adalah barang hasil pertanian atau komoditas pertanian sebagai jaminan utama dan sumber pelunasan kembali pinjaman. Konsep pembiayaan komoditas telah berkembang dengan berbagai pendekatan seperti sistem pembiayaan sistem resi gudang atau warehouse receipt financing. Struktur pembiayaan dibangun dalam tiga elemen utama, konsumen pemilik barang atau dagang sebagai konsumen peminjam (debitur) yang menggunakan barang komoditas hasil pertanian sebagai jaminan dan sumber pembayaran kembali pinjaman, institusi pendukung sebagai syarat membangun sistem resi gudang misalnya pengelola barang atau jaminan, pengelola Gudang dan pasar komoditas, serta institusi pembiayaan sebagai sumber layanan pembiayaan. Sistem resi gudang awalnya dikembangkan di Chicago di antara tahun 1830 dan tahun 1850 sebagai bukti penerima hasil petani gandum dan komoditas lain, dan menyimpannya dalam jumlah yang besar, menjual terlebih dahulu atau jual di muka dengan mengeluarkan resi gudang sebagai bukti keberadaan barang atau persediaan yang diperjual belikan. Selanjutnya, The Chicago Board of Trade (CBOT) memunculkan resi gudang sebagai dasar perdagangan komoditas dan sistem perdagangan untuk menyatakan informasi terkait gandum yang diperdagangkan, dan sejak akhir tahun 1860-an. negara bagian Illinois membuat undang-undang untuk mengatur sistem resi Gudang.6 Sistem resi gudang kemudian berkembang ke berbagai negara, dan pada beberapa dekade terakhir berkembang seperti di Argentina, Brazil Hungaria, Bulgaria dan Kazakhstan Afrika dan Uganda. Sistem tersebut berkembang dan dinyatakan memberikan dampak positif seperti kemudahan akses pembiayaan dan membantu pengembangan usaha masyarakat petani kecil dan menengah di berbagai negara. Situasi pembiayaan komoditas sistem resi di Indonesia memberikan gambaran berbeda. Pembiayaan komoditas telah dikenal sejak lama, awalnya dikembangkan dengan sistem pengawasan jaminan barang komoditas di gudang melalui double locked system atau penguasaan barang di gudang melalui penguasaan kunci gudang jaminan oleh pihak bank pemberi pinjaman dan debitur penerima pinjaman. Pembiayaan komoditas kemudian berkembang pada sistem resi gudang yang dikembangkan dalam dua pendekatan. Pertama, pembiayaan komoditas sistem resi gudang dengan skema perjanjian kontrak tiga pihak (tripartite) untuk pengelolaan jaminan atau Collateral Management Agreement (CMA). Sistem tersebut sempat berkembang di perbankan komersial asing seperti Rabobank, DBS, Deuche Bank, dan HSBC dan perbankan komersial nasional seperti BRI, Mandiri dan Bank Mega yang disalurkan pada pembiayaan beberapa komoditas dagang misalnya komoditas pertanian seperti Kopi, Lada dan Coklat dan berbagai komoditas pertanian dan non pertanian lainya. Kedua, skema pembiayaan komoditas dengan sistem formal disebut Sistem Resi Gudang (SRG). Sistem ini telah berlangsung sejak tahun 2006 tetapi belum berlangsung secara optimal. Pembiayaan komoditas pertanian dengan transaksi sistem resi gudang hingga tahun 2020 masih relatif rendah (<1%) apabila dibandingkan dengan potensi produksi komoditas pertanian di Indonesia misalnya kopi, lada, beras dan jagung (Sesuai data KBI 2020). Makalah ini tentang SRG di Indonesia mengidentifikasi beberapa alasan permasalan resi Gudang menyatakan nilai manfaat sistem resi gudang karena belum sesuai harapan masyarakat. kelembagaan pada usaha tani belum memadai, kurangnya Pengetahuan Masyarakat tentang sistem resi Gudang merupakan penghambat sistem itu berkembang. Ada berapa pendapat ahli menurut James dan Michael, kendala yang menyebabkan perusahaan tidak memungkinkan dilaksanakan dan mencapai sasaran, disebabkan oleh berbagai aspek dan dapat terjadi pada seluruh elemen organisasi, sistem dan produk yang menghambat perusahaan untuk mencapai tujuan. Elemen kendala pembiayaan sistem resi gudang di atas apabila ditinjau dari teori produk dan pemasaran mengindikasikan adanya kesenjangan nilai manfaat produk, keterbatasan pada atribut pemasaran dan distributsi produk dan ketidakseimbangan informasi yang memengaruhi kepercayaan pada produk.

Adapun berapa elemen yang mencakupi perihal kendala ini, di antara lain: Kesenjangan diartikan sebagai ketidaksesuaian nilai produk antara yang dijanjikan dengan yang dipersepsikan sebagai nilai aktual nilai. Penilaian pada layanan pembiayaan dapat berbeda-beda sesuai skala usaha. Nilai manfaat pembiayaan pada bisnis korporasi berbeda dengan perusahaan skala mikro, kecil dan menengah. Karakteristik usaha mikro kecil dan korporasi berbeda. Usaha kecil dan menengah memiliki keterbatasan pada aspek likuiditas (liquidity), ketersediaan jaminan (Collateral), kemampuan membayar biaya bunga (Interest bearing) dan kurang ahli mengelola keuangan. Keterbatasan, Keterbatasan menjangkau produk (product constrains), meliputi seluruh atribut yang melekat pada produk yang dapat membatasi konsumen memperoleh produk. Keterbatasan adalah sebagai sesuatu kondisi yang menghambat untuk mencapai tujuan. dalam konteks pembiayaan, keterbatasan Adapun berapa elemen yang mencakupi perihal kendala ini, di antara lain: Kesenjangan diartikan sebagai ketidaksesuaian nilai produk antara yang dijanjikan dengan yang dipersepsikan sebagai nilai aktual nilai. Penilaian pada layanan pembiayaan dapat berbeda-beda sesuai skala usaha. Nilai manfaat pembiayaan pada bisnis korporasi berbeda dengan perusahaan skala mikro, kecil dan menengah. Karakteristik usaha mikro kecil dan korporasi berbeda. Usaha kecil dan menengah memiliki keterbatasan pada aspek likuiditas (liquidity), ketersediaan jaminan (Collateral), kemampuan membayar biaya bunga (Interest bearing) dan kurang ahli mengelola keuangan. Keterbatasan, Keterbatasan menjangkau produk (product constrains), meliputi seluruh atribut yang melekat pada produk yang dapat membatasi konsumen memperoleh produk. Keterbatasan adalah sebagai sesuatu kondisi yang menghambat untuk mencapai tujuan. dalam konteks pembiayaan, keterbatasan adalah sebuah kondisi individu tertentu dapat mengakses pinjaman sementara individu lain. Dengan persyaratan yang sama tidak dapat mengakses pembiayaan tersebut. Lembaga perbankan sebagai lembaga perantara atau intermediary keuangan memiliki ketentuan, pertimbangan dan batasan- batasan eksternal yang memengaruhi keputusannya ketika membangun produkdan menyalurkan pembiayaannya. Penetapan pemba- tasan atau ketentuan produk tersebut selanjutnya menjadi kendala bagi konsumen bila tidak sanggup memenuhi batasan yang dibangun 

Ketidakseimbangan informasi atau asimetri informasi (information assymentry) adalah ketidakseimbangan infomasi yang dimiliki masyarakat. Informasi yang dimiliki menentukan sikap dan kesadaran stakeholder terhadap produk yang ditawarkan 

Informasi yang dimiliki juga menjadi dasar pertimbangan dan menentukan keinginan masing-masing. tingkat kepercayaan pada produk ditentukan kelengkapan informasi dan pengetahuan yang diperoleh masing- masing pihak dari sumber internal atau eksternal. Ketidakseimbangan informasi dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan, pemahaman dan keinginan yang berbeda bahkan bergerak bertolak belakang. 

Berdasarkan penjelasan diatas, artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan pembiayaan Sistem Resi Gudang di Indonesia. Ada berapa aspek komoditas pertanian sistem resi gudang di Indonesia masih jauh tertinggal dan belum mampu untuk implementasikan berapa daerah lainnya. Melalui artikel ini, dapat identifikasi permasalahan pembiayaan komoditas sistem SRG secara teori faktor penghambat pembiayaan resi Gudang tersebut. Permasalahan dalam resi Gudang dapat diatasi dan permudahkan para petani sesuai karaktersitek lingkungan pasar. Adapun Kendal-kendala lainnya dapat diatasi dengan baik. adalah sebuah kondisi individu tertentu dapat mengakses pinjaman sementara individu lain. Dengan persyaratan yang sama tidak dapat mengakses pembiayaan tersebut. Lembaga perbankan sebagai lembaga perantara atau intermediary keuangan memiliki ketentuan, pertimbangan dan batasan- batasan eksternal yang memengaruhi keputusannya ketika membangun produkdan menyalurkan pembiayaannya. Penetapan pemba- tasan atau ketentuan produk tersebut selanjutnya menjadi kendala bagi konsumen bila tidak sanggup memenuhi batasan yang dibangun 

Ketidakseimbangan informasi atau asimetri informasi (information assymentry) adalah ketidakseimbangan infomasi yang dimiliki masyarakat. Informasi yang dimiliki menentukan sikap dan kesadaran stakeholder terhadap produk yang ditawarkan 

Informasi yang dimiliki juga menjadi dasar pertimbangan dan menentukan keinginan masing-masing. tingkat kepercayaan pada produk ditentukan kelengkapan informasi dan pengetahuan yang diperoleh masing- masing pihak dari sumber internal atau eksternal. Ketidakseimbangan informasi dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan, pemahaman dan keinginan yang berbeda bahkan bergerak bertolak belakang. 

Berdasarkan penjelasan diatas, artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan pembiayaan Sistem Resi Gudang di Indonesia. Ada berapa aspek komoditas pertanian sistem resi gudang di Indonesia masih jauh tertinggal dan belum mampu untuk implementasikan berapa daerah lainnya. Melalui artikel ini, dapat identifikasi permasalahan pembiayaan komoditas sistem SRG secara teori faktor penghambat pembiayaan resi Gudang tersebut. Permasalahan dalam resi Gudang dapat diatasi dan permudahkan para petani sesuai karaktersitek lingkungan pasar. Adapun Kendal-kendala lainnya dapat diatasi dengan baik.(***)


1 Badan Litbang Pertanian, Resi Gudang: Suatu Model Pemasaran Komoditas Pertanian, 12 Mei 2008, Diakses dari situs www.litbang.deptan.go.id./berita/one/584.Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2.No.2 (2013) 

2 Arief R. Pertama dan Yulita Kuntari, Selayang Pandang Undang-Undang Sistem Resi Gudang, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebankan Sentral, Vol. 4 No. 2, Agustus 2006, mengutip buku Informasi sistem Resi Gudang sebagai Alternatif Pendanaan, Hal. 7-8 

3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2011 tentang perubahan Sistem Resi gudang  

4 Nyanyu F. & Quado, M. Acces to Finance Constraint and SME’s Functioning in Ghana, Missippi 

State University, US. University of Cape Coast, Ghana 

5 Abubakar I, Hakim, D.B dan Asmarantaka R. W. Struktur Perilaku dan Kinerja Biji Kakao 

Di kabupaten Parigi Moutung, Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, 2017.  Hal 45

6 Mahanta, D. Review of Warehouse Receipt as An Instrument for Financing in India, 

International Journal of Scientific and Technology Research Vol. 1, Issues 9.


DAFTAR PUSTAKA BUKU 

Abubakar, I., Hakim, D.B dan Asmarantaka R.W, (2017), Struktur Perilaku dan Kinerja Biji Kakao di Kabupaten Parigi Moutong, Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 

Ashari. (2012). Potensi dan Kendala Sistem Resi Gudang Untuk Mendukung Pembiayaan Usaha Pertanian di Indonesia. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. 

Becchetti, L & Conzo, P. (2009). Creditworthiness as a signal of trustworthiness: field experiment in microfinance and consequences. 

Listiani, N., Haryotejo, B. (2013). Implementasi Sistim Resi Gudang (SRG) pada komoditas jagung, Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI. 

Nyanzu, F. & Quaidoo, M. (2017). Access to Finance Constraint and SMEs Functioning in Ghana, Mississippi State University, US. University of Cape Coast, Ghana. 

Sutak, P. (2008). Structured Commodity Finance, Agroinform Publishing House, Budapest Budapest, 2008. 

Varangis, P. & Geours, J.S. (2013). “Warehouse Finance and Warehouse Receipt Systems: A Guide for Financial Institutions in Emerging Economies”. Technical Report, The World Bank, Washington, DC. 

Varangis, P., & Larson, D. (2002). “How Warehouse Receipts Help Commodity Trading and Financing.” World Bank, Washington, DC. 2 


Jurnal 

Badan Litbang Pertanian, Resi Gudang: Suatu Model Pemasaran Komoditas 

Pertanian, 12 Mei 2008, Diakses dari situs www.litbang.deptan.go.id./berita/one/584.Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa 

Universitas Surabaya Vol.2.No.2 (2013) 


Undangan-Undangan 

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2011 tentang perubahan Sistem Resi gudang



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama