![]() |
JPU Mochd Taufik Yanuarsyah membacakan dakwaan terhadap terdakwa Dadang Iskandar dalam kasus penembakan Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar (foro-Tempo/ Fachri Hamzah) |
Padang, integritasmedia.com - PADA Rabu, 7 Mei 2025, dalam sidang kasus polisi tembak polisi di Polres Solok Selatan, Sumatera Barat, menghadirkan Dadang Iskandar mantan Kepala Bagian Operasional Polres Solok Selatan, sebagai terdakwa atas dakwaan pembunuhan berencana terhadap rekan kerjanya sendiri.
Mantan Kepala Bagian Operasional Polres Solok Selatan itu, resmi didakwa melanggar Pasal 340 juncto Pasal 53 dan Pasal 338 juncto Pasal 53 KUHP oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Moch. Taufik Yanuarsyah. Tuduhan yang disematkan bukan perkara sepele: ia dituduh merencanakan dan mengeksekusi pembunuhan terhadap sesama anggota kepolisian, Ryanto Ulil Anshar, serta diduga juga berusaha menghabisi mantan Kapolres Solok Selatan, AKBP Arif Mukti.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, tergambar jelas sebuah rencana yang disusun dengan ketenangan, namun berdarah dingin. Dadang disebut telah mempersiapkan senjata api sebelum bertemu korban. Ia memantau pergerakan Ryanto, yang saat itu sedang dalam perjalanan dari Padang menuju Solok Selatan. Tindakannya tak sekadar spontanitas emosional; ini adalah serangkaian tindakan yang disebut jaksa sebagai "terencana dengan sadar."
Ryanto akhirnya tewas ditembak. Sedangkan upaya terhadap Arif Mukti atasannya sendiri saat menjabat Kapolres berujung gagal. Namun kegagalan itu justru membuat kasus ini semakin kompleks. Jaksa menyebut Dadang telah menargetkan dua orang sejak awal. Itulah sebabnya, ia dikenai Pasal 53 tentang percobaan kejahatan dalam dakwaan alternatif.
Sidang yang tercatat dengan nomor perkara 263/Pid.B/2025/PN.PDG ini berlangsung terbuka untuk umum, yang digelar di ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri Kelas IA Padang itu, Dadang hadir mengenakan pakaian hitam bercorak abu-abu, lengkap dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya. Tidak satu kata pun keluar dari mulutnya, selain anggukan ketika dakwaan dibacakan.
Tim pembela dari pihak terdakwa, yang dipimpin Sutan Mahmud Syaukat, memilih tidak mengajukan eksepsi. Mereka hanya meminta JPU untuk menghadirkan seluruh saksi di persidangan selanjutnya, sebagai upaya membongkar konteks dan konstruksi hukum kasus ini.
Mengapa seorang perwira polisi bisa tega menghabisi rekannya sendiri?
Di balik lembar dakwaan, tersembunyi motif yang tak kalah mengerikan dari tindakannya: kekuasaan dan keuntungan dalam urusan tambang. Menurut informasi yang diungkap jaksa, konflik antara Dadang dengan para korbannya berakar dari kebijakan penertiban tambang ilegal yang dilakukan oleh Kapolres Arif Mukti.
Dadang disebut tidak puas terhadap langkah-langkah yang ditempuh pimpinannya. Ketegangan meningkat seiring dengan langkah-langkah penertiban yang dirasa mengganggu kepentingan tertentu. Sampai akhirnya, situasi berubah drastis menjadi tragedi.
Jaksa Taufik menyebut penyusunan dakwaan didasarkan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dihimpun penyidik Mabes Polri. “Ada serangkaian kesaksian yang menunjukkan adanya motif, rencana, hingga eksekusi. Ini bukan tindakan spontan. Ada proses yang mengarah ke pembunuhan yang direncanakan,” ujarnya.
Dalam persidangan berikutnya, JPU berencana menghadirkan seluruh saksi, termasuk saksi kunci: mantan Kapolres Solok Selatan, AKBP Arif Mukti. Ia bukan hanya saksi, tetapi juga korban dalam dakwaan percobaan pembunuhan.
“Strategi kami jelas. Kami akan hadirkan saksi sesuai urutan yang menguatkan alur pembuktian kami. Tujuannya satu: membuka tabir kebenaran tentang kematian Ryanto dan percobaan pembunuhan terhadap Arif Mukti,” tutur Taufik.
Kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa konflik kepentingan, bahkan di tubuh aparat penegak hukum, bisa berubah menjadi konflik berdarah. Publik kini menanti: akankah hukum berdiri tegak di atas jejak peluru dan tambang?(Mond/hen)
#solokselatan #PolisiTembakPolisi #AKPDadang #Penembakan
Posting Komentar