Penerapan Restorative Justice untuk Kepastian Hukum yang Mengedepankan Keadilan

Jajaran Asisten di Kejati Sumbar saat berdiskusi dengan pengurus DPW MOI Sumbar


Padang, integritasmedia.com - RESTORATIVE Justice adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.



Dan, dasar hukum pelaksanaan prinsip restorative justice adalah Pasal 2 Peraturan Jaksa Aging (Perja) Nomor 15 tahun 2020, dengan pertimbangan untuk melaksanakan konsep restorative justice adalah berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan.



Hal tersebut disampaikan Asisten Intelijen Kejaksaan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Mustaqpirin, SH, MH dalam diskusi bersama pengurus DPW MOI Sumbar yang diadakan di Aula Gedung Kejati Sumbar,  Jalan Jaksa Agung R. Soeprapto No.4, Flamboyan Baru, Kecamatan Padang Bar, Kota Padang, Rabu (7/6/2023).



Dijelaskannya lagi, sesuai dengan Perja Nomor 15 Tahun 2020, sejumlah syarat dapat dilaksanakannya restorative justice yakni bisa dilakukan jika, tindak pidana yang baru pertama kali dilakukan. Kerugian di bawah Rp2,5 juta. Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban.



"Restorative justice adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam suatu masalah bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama, begaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan", terang Mustaqpirin.



Untu itu dia berharap, agar kehadir dan penerapan restorative justice ini akan mewujudkan kepastian hukum yang lebih mengedepankan keadilan, tidak hanya bagi tersangka, korban, dan keluarganya, tetapi juga keadilan yang menyentuh masyarakat, dengan menghindari adanya stigma negatif.



Restorative justice dapat dilakukan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada tahap penuntutan, yaitu telah adanya perdamaian dan pemulihan kembali korban, ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2.500.000, dan tindak pidana yang dilakukan untuk yang pertama kali, jelas Asisten Intelijen Kejati Sumbar itu lagi.



Selain pada perkara tindak pidana ringan, penyelesaian dengan restorative justice juga dapat diterapkan pada perkara pidana lainnya, seperti tindak pidana anak. Tindak pidana perempuan yang berhadapan dengan hukum, serta tindak pidana narkotika.



"Untuk kasus tindak pidana narkoba, Jaksa Agung telah mengeluarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif", terang  Asisten Intelijen lagi.



Tentunya telah memenuhi syarat yakni saat tertangkap tangan oleh penyidik Polri atau penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN), dengan barang bukti pemakaian hanya untuk satu hari dan juga memiliki hasil asesmen dari Tim Asesmen Terpadu pada setiap pelimpahan berkas perkara, katanya lagi.



"Jadi secara umum syarat restorative justice adalah, tidak menimbulkan keresahan atau penolakan dari masyarakat. Tidak berdampak kepada konflik sosial. Tidak berpotensi memecah belah bangsa. Tidak ada mengandung unsur radikalisme dan sparatisme, dan bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan, serta bukan pelaku tindak pidana terorisme", ungkapnya lagi.



Walaupun begitu, sampai saat ini khusus untuk Sumatera Barat masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan kenal apa itu restorative justice. Padahal itu adalah hak masyarakat dalam mendapatkan keadilan yang nyata, yang tidak memberi bekas atau stigma kepada terdakwa apalagi terpidana.



Untuk itu, dia mengajak anggota MOI Sumbar untuk dapat bersinergi dengan pihak Kejati Sumbar dalam mempublikasikan sumua informasi dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat kepada masyarakat. "Sebab, sehebat apapun kinerja jajaran kejaksaan bila tidak terekspos tidak akan ada artinya", ajak Mustaqpirin.



Penyelesaian kasus dengan keadilan restoratif setiap tahunnya terus meningkat dalam wilayah hukum Kejati Sumbar, dan untuk tahun 2023 ini sebanyak 41 perkara, dengan rincian RJ Oharda 26 perkara, dan RJ Narkoba 15 perkara. Dan telah mengadakan Rumah RJ sebanyak 120 unit, baik itu di kantor wali nagari maupun posko yang didirikan oleh satgas, serta 2 balai rehap. Dan, ini merupakan wujud hadirnya kejaksaan di tengah masyarakat.


Terakhir  Mustaqpirin menyampaikan, “Hukum sepatutnya menyelesaikan secara damai untuk hal-hal yang secara manusiawi, logis, dan rasa, tidak perlu dibawa ke pengadilan atau tidak perlu dihukum berat. Hukum juga harus memperhatikan nasib korban. Dan sebagai penegak hukum, jajaran kejaksaan harus mengambil roh keadilan restoratif, dengan menindak tegas kejahatan. Tetapi bisa mengakomodatif hal-hal ringan yang bisa diselesaikan secara baik,” tegasnya.(henni andri)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama