BAGAIMANA PENGGUNAAN BAHASA ASING DALAM MEMBUAT PERJANJIAN

OLEH :

YUDI ALDINO

(2320122020)


MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS

2023


Overeenkomst atau kita kenal dengan perjanjian merupakan sebuah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang yang lain dan dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal. Pengertian perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam pasal 1313 KUHPerdata yang dinyatakan “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. 

Perjanjian sejatinya lahir bukan hanya dibuat secara tertulis melalui sebuah kontrak perjanjian, akan tetapi juga dapat dibuat secara lisan. Kebolehan untuk tertulis maupun secara lisan ini diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan ketertiban umum akan tetapi juga harus didasarkan pada asas kekeluargaan, kepercayaan, kerukunan dan kemanusiaan.

R. Subekti mendefinisikan perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Dalam sebuah kontrak maupun perjanjian yang kemudian dibuat oleh para pihak tentunya perlu memenuhi syarat sah perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya”.

Salah satu asas dalam perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak, yang dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: (a). Membuat atau tidak membuat perjanjian; (b). Mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (c). Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta (d). Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan

Dalam membuat perjanjian dengan akta otentik dalam Bahasa asing yang dibuat dihadapan notaris berdasarkan Pasal 43 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dijelaskan bahwa:

(1) Akta wajib dibuat dalam bahasa Indonesia. 

(2) Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta, Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi Akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap.

(3) Jika para pihak menghendaki, Akta dapat dibuat dalam bahasa asing. 

(4) Dalam hal Akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. 

(5) Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, Akta tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi. 

(6) Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran terhadap isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka yang digunakan adalah Akta yang dibuat dalam bahasa Indonesia

Ketentuan Pasal 43 tersebut sesuai juga dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan Pasal 31 yang menyebutkan sebagai berikut: 

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia, atau perseorangan warga negara Indonesia. 

(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

Pasal 31 ayat (1) dan (2) tersebut mirip dengan Pasal 26 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Perpres ini lahir untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pada Peraturan Presiden tersebut dijelaskan pada Pasal 26 bahwa:

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia, atau perseorangan warga negara Indonesia. 

(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris. 

(3) Bahasa nasional pihak asing dan/atau bahasa Inggris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai padanan atau terjemahan Bahasa Indonesia untuk menyamakan pemahaman nota kesepahaman atau perjanjian dengan pihak asing.

(4) Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran terhadap padanan atau terjemahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bahasa yang digunakan ialah bahasa yang disepakati dalam nota kesepahaman atau perjanjian.(***)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama