WANPRESTASI DALAM PERIKATAN DAN PERJANJIAN DITINJAU DARI HUKUM PERDATA

OLEH :

MUHAMMAD MYCHO BONEH 

(2320122012)

MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS 2023


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara yuridis mengenai wanprestasi dalam perikatan dan perjanjian serta ditinjau dari hukum perdata. Penelitian ini termasuk jenis penelitian yuridis normatif. Pendekatan Yuridis dimaksudkan sebagai usaha mendekatkan masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang normatif. Pendekatan hukum doktrinal bersifat perspektif, yakni mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,  norma-norma hukum. Pembahasan dalam penelitian ini menyangkut pengertian perjanjian dan pengertian perikatan serta bagaimana wanprestasi dalam hubungannya dengan hukum perdata. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bahwa wanprestasi itu sendiri merupakan pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji yang dilakukan oleh debitur baik karena tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Apa yang menjadi saran dari penelitian ini yaitu pentingnya pendidikan hukum bagi masyarakat. 

Kata Kunci : Wanprestasi, Perjanjian dan Perikatan.


PENDAHULUAN

Dalam sebuah perjanjian terdapat suatu kewajiban bagi salah satu pihak untuk memenuhi prestasi (debitur) dan bila prestasi itu tidak dilaksanakan maka debitur dikatakan telah melakukan tindakan yang dinamakan ingkar janji atau wanprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan sebagai syarat pembatalan suatu perjanjian adalah adanya wanprestasi, dimana wanprestasi selalu dianggap sebagai syarat batal dalam suatu perjanjian sehingga pihak yang merasa dirugikan karena pihak lain wanprestasi dapat menuntut pembatalan perjanjian. Hal yang sering terjadi jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, dianggap sama dengan melanggar Undang- Undang, yang mana hal ini mempunyai akibat.

Hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi barang siapa melanggar perjanjian maka ia akan mendapat hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Dalam aturan hukum itu sendiri menjelaskan bahwa wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Sementara itu di dalam dunia keuangan, wanprestasi juga diartikan sebagai tindakan “gagal bayar” yang mana hal ini dapat menggambarkan suatu keadaan dimana seseorang debitur tidak dapat memenuhi. 

Kewajibannya sesuai dengan perjanjian utang- piutang yang dibuatnya. Misalnya, tidak melakukan pembayaran angsuran ataupun pelunasan pokok utang sesuai dengan kesepakatan,termasuk melakukan pelanggaran atau persyaratan kredit sebagaimana hal ini diatur dalam kontrak. 

Gagal bayar secara esensial berarti bahwa seseorang debitur tidak dapat melakukan pembayaran utangnya. Penundaan kewajiban pembayaran utang atau dikenal juga dengan istilah moratorium, hal ini merupakan suatu istilah hokum yang sering digunakan untuk menunjukan keadaan seorang debitur yang tidak mampu melakukan pembayaran utangnya, sedangkan pailit atau bangkrut itu sendiri merupakan suatu istilah hokum yang menunjukan adanya pengawasan pengadilan atas suatu perusahaan yang mengalami moratorium atau gagal bayar. Berdasarkan hal inilah maka penulis sangat termotivasi untuk menulis sebuah penelitian KAJIAN YURIDIS WANPRESTASI DALAM PERIKATAN DAN PERJANJIAN DITINJAU DARI HUKUM PERDATA"


Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Wanprestasi dalam perikatan ditinjau dari Hukum Perdata?

Metode

Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini ini sesuai dengan permasalahan yang diangkat adalah pendekatan yuridis normatif, di mana berdasarkan pendekatan tersebut, maka penulisan ini meliputi lingkup inventarisasi hukum positif, yang merupakan kegiatan pendahuluan dari seluruh proses dalam penulisan ini.

Pendekatan Yuridis dimaksudkan sebagai usaha mendekatkan masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang normatif. Pendekatan hukum doktrinal bersifat perspektif, yakni mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.

Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.” Selanjutnya bahan hukum yang digunakan dalam pendekatan yuridis normatif yakni pengertian-pengertian dasar yang ada. 


PEMBAHASAN

A. Perjanjian dan Perikatan

Menurut Prof. Subekti, S.H. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal.

Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H. Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda dua pihak, di mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan seuatu hal.

Menurut Abdulkadir Muhammad, S.H. Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Sedangkan menurut KUHPer Pasal 1313, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sistem terbuka. Asas ini mempunyai arti bahwa mereka yang tunduk dalam perjanjian bebas dalam menentukan hak dan kewajibannya. Asas ini disebut juga asa kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPer).

Bersifat pelengkap. Artinya pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disingkirkan, apabila pihak-pihak yang mebuat perjanjian itu menghendaki dan membuat ketentuan- ketentuan sendiri yang menyimpang dari undang- undang. Konsensualisme, Artinya bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan syarat syahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPer) Kepribadian. Mempunyai arti bahwa, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1315 KUHPer, pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.  Hal ini dimaksudkan, bahwa para pihak yang hendak mengadakan suatu perjanjian, harus terlebih dahulu bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan itu.

Kecakapan untuk membuat perjanjian itu. Pada dasarnya, setiap orang yang cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika oleh Undang- Undang tidak dinyatakan tak cakap (Pasal 1329 KUHPer) Adanya suatu hal tertentu. Suatu hal yang diperjanjikan harus jelas dan dapat ditentukan Adanya suatu sebab yang halal. Menyangkut isi perjanjian yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang (lihat Pasal 1337 KUHPer). Jenis-jenis Perjanjian yaitu:

1. Perjanjian timbal-balik (hak dan kewajiban)

2. Perjanjian sepihak (menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja)

3. Perjanjian cuma-cuma (menimbulkan keuntungan pihak lain)

4. Perjanjian atas beban (kedua prestasi ada hubungan hukum)

5. Perjanjian konsensuil (kesepakatan antar 2 pihak)

6. Perjanjian riil (kesepakatan disertai penyerahan nyata barangnya)

7. Perjanjian bernama (diatur UU) dan tak bernama (tak diatur UU)

Adapun dalam sebuah perikatan itu sendiri ialah kesemuanya kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada tindakannya dalam lingkungan hukum kekayaan. Menurut Prof. Subekti, S.H. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain. Menurut Abdulkadir Muhammad, S.H. Perikatan ialah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksudkan dengan perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Perikatan Bersyarat mengandung arti bahwa suatu perikatan adalah bersyarat apabila ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan terjadi. Perikatan bersyarat terdiri dari:

a. Perikatan dengan syarat tangguh. Ialah perikatan lahir jika peristiwa tersebut telah terjadi pada detik terjadinya peristiwa tersebut (1263 KUHPer).

b. Perikatan dengan suatu syarat batal. Ialah perikatan yang sudah lahir akan berakhir atau batal jika peristiwa tersebut terjadi. Perikatan juga batal apabila (1). Syarat itu bertentangan dengan susila atau yang dilarang UU. (2). Pelaksanaan digantungkan pada kemauan debitur (Pasal 1256 KUHPer) 

Perikatan dengan ketetapan waktu ialah perikatan yang hanya menangguhkan pelaksanaannya atau lama waktu berlakunya suatu perikatan. Dalam perikatan mana suka, si debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perjanjian, tapi ia tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang lainnya (Pasal 1272 KUHper). Jika dalam suatu perjanjian kepada masing-masing pihak diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang, sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang membebaskan pihak yang berutang. Misalnya, dalam Firma, jika salah satu pihakdalam firma tersebut utang kepada bank atas nama firma, maka semua anggota yang terdapat dalam firma akan menanggung utang dari pihak yang berutang kepada bank tadi (tanggung- renteng).

Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. Pada hakekatnya perikatan ini tergantung pada kehendak kedua belah pihak, tentang memenuhi prestasi (kewajiban yang diperjanjikan). Perikatan ini bertujuan untuk mecegah jangan sampai orang (si berhutang/kreditur) melalaikan kewajibannya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah tertentu (uang), yang merupakan pembayaran kerugian atas wanprestasi yang sejak semula ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuta perjanjian itu. Perikatan yang bersumber dari perjanjian (Pasal 1313 KUHPer), terdiri dari: Perjanjian bernama, yakni perjanjian yang sudah ditentukan dan diatur dalam Perpu/UU. Misalnya: jual-beli, sewa-menyewa. Perjanjian tidak bernama, yakni perjanjian yang belum ada dalam UU. Misalnya: leasing, dsb.Perikatan yang bersumber dari Undang-Undang (Pasal 1352 KUHPer) Undang-undang saja (1352 KUHPer), contohnya: hak numpang pekarangan. Undang- undang karena perbuatan orang (Pasal 1353 KUHPer), contohnya: perbuatan yang halal (1354 KUHPer) dan perbuatan yang melawan hukum (1365 KUHPer). 

Menurut Pasal 1382 KUHPer, hapusnya perikatan terjadi karena: Pembayaran. Pelunasan berupa prestasi dalam perjanjian (Pasal 1382 - 1403 KUHPer) Penawaran pembayaran diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. Diatur dalam Pasal 1404-1412 KUHPer, jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai dengan perantaraan notaris atau juru sita, jika si berpiutang menolaknya, maka si berutang menitipkan uang atau barangnya kepada Paniter Pengadilan Negeri untuk disimpan. 

Maka hal ini akan membebaskan si berutang dan berlaku sebagai pembayaran. Pembaharuan Utang (novasi). Pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan perikatan yang lama, sambilmeletakkan suatu perikatan baru Perjumpaan utang (kompensasi/timbal balik). Pencampuran utang terjadi apabila kedudukansebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul apda 1 orang(1436 KUHPer). Pencampuran yang terjadi pada diri debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya. Pembebasan utang.

Suatu perbuatan hukum di mana kreditur dengan sukarela membebaskan/melepaskan haknya dari debitur dari segala kewajibannya (1438-1443 KUHPer). Musnahnya barang yang terutang (1444-1445 KUHPer). Barang yang menjadi oyek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diapa-apakan. Pembatalan. Hapusnya perikatan karena pembatalan diatur dalam Pasal 1446 KUHPer, disebutkan pembatalan perikatan apabila: (a). Perikatan itu dibuat oleh mereka yang tidak cakap hukum, (b). Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan dan penipuan. Berlakunya suatu syarat batal. Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatau kembali pada semula, seolah-olah tidak terjadi perikatan.

Pembebasan utang. Suatu perbuatan hukum di mana kreditur dengan sukarela membebaskan/melepaskan haknya dari debiturdari segala kewajibannya (1438-1443 KUHPer). Musnahnya barang yang terutang (1444-1445 KUHPer). Barang yang menjadi oyek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diapa-apakan. Pembatalan. Hapusnya perikatan karena pembatalan diatur dalam Pasal 1446 KUHPer, disebutkan pembatalan perikatan apabila: (a). Perikatan itu dibuat oleh mereka yang tidak cakap hukum, (b). Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan dan penipuan. Berlakunya suatu syarat batal. Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikanperikatan dan membawa segala sesuatau kembali pada semula, seolah-olah tidak terjadi perikatan.

B.Wanprestasi Dalam Perjanjian Menurut Hukum Perdata Sebagaimana Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) berbunyi “ Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang- undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikat baik. 

Menurut definisinya, wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksana prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Wanprestasi diatur pada Pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan , “ Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Wanprestasi atau perbuatancidera/ingkar janji ( breach of contract), 

Secara etimologis berasal dari bahasa belanda, yangartinya “prestasi” yang buruk dari sesorang debitur dalam melaksanakan suatu perjanjian. Wanprestasi itu sendiri adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.

Yahya Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian. Wanprestasi diatur dalam Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berbunyi “ Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi

Perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diiberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan. Wanprestasi berarti kelalaian tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian. Akibat yang ditimbulkan dari wanprestasi ini bisa menimbulkan kerugian pada kreditur. Maka akan ada sanksi bagi debitur antara lain ada 4 sanksi, yaitu:

1. Debitur harus mengganti kerugian yang diderita kreditur

2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian

3. Peralihan resiko pada debitur sejak terjadinya wanprestasi

4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim. 

Normatif yakni pengertian-pengertian dasar yang terdapat dalam hukum pidana. Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu: karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian dan karena keadaan memaksa (overmacht atau force majeure), jadi di luar kemampuan debitur. Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena:

1. Kesengajaan;

2. Kesalahan;

3. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian). Wanprestasi diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

” Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak.

Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, perlu memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. Debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.

Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak resmi. Peringatan tertulis secara resmi yang disebut somasi. Somasi dilakukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian Pengadilan Negeri dengan perantara Juru Sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur, yang disertai berita acara penyampaiannya.  

Peringatan tertulis tidak resmi misalnya melalui surat tercatat, telegram, atau disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut “ingebreke stelling”. Adapun akibat hukum karena adanya wanprestasi dalam suatu perjanjian adalah debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (pasal 1234 KUHPerdata). Apabila perkataan itu timbal balik. Kreditur dapat menuntut pembatalan/dapat dibatalkan perikatannya melalui hakim (pasal 1266 KUH Perdata) Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata). Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata).

Ganti rugi dapat dimintakan oleh kreditur dari debitur yang melakukan wanprestasi berdasarkan Pasal 1248 KUHPerdata terhadap suatu kontrak hanya sebatas kerugian dan kehilangan keuntungan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi tersebut, sungguh pun tidak terpenuhinya kontrak itu terjadi karena adanya tindakan penipuan oleh pihak debitur. 

Apabila dalam suatu kontrak ada provisi yang menentukan jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak debitur jika debitur tersebut wanprestasi, maka pembayaran ganti rugi tersebut hanya sejumlah yang ditetapkan dalam kontrak tersebut. Tidak boleh dilebihi atau dikurangi berdasarkan pada Pasal 1249 KUHPerdata. Terhadap pembayaran ganti rugi yang timbul dari perikatan tentang pembayaran sejumlah uang yang disebabkan karena keterlambatan pemenuhan prestasi oleh pihak debitur berdasarkan Pasal 1250 KUHPerdata, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: Ganti rugi hanya terdiri dari bunga yang ditetapkan oleh undang-undang, kecuali ada perundang-undangan khusus yang menentukan sebaliknya;

Pembayaran ganti rugi tersebut dilakukan tanpa perlu membuktikan adanya kerugian terhadap kreditur; pembayaran ganti rugi tersebut terhitung sejak dimintakannya di pengadilan oleh kreditur, kecuali jika ada perundang-undangan yang menetapkan bahwa ganti rugi terjadi karena hukum.


Kesimpulan

1. Wanprestasi merupakan pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

2. Aturan hukum menjelaskan bahwa wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.(***)


Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Pranada Media Group, 1993, hal 2.

Sudarsono. Kamus Hukum, Jakarta, PT. Rineka Cipta,2007, hal 16.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Suatu Tinjauan Songkat, 1990, hal 15.

Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta, Pradnya Paramita, 2005, hal 34.

Subekti. Hukum Perjanjian . Jakarta, PT. Intermasa, 1991, hal 6.

Subekti. Hukum Perjanjian . Jakarta, PT. Intermasa, 1991, hal 6.


Daftar Pustaka

Peter Mahmud Marzuki, 1993, Penelitian Hukum, Jakarta, Pranada Media Group.

Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Jakarta, PT. Rineka Cipta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Suatu Tinjauan Singkat.

Subekti, 2005, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta, Pradnya Paramita.

Subekti, 2005, Hukum Perjanjian . Jakarta, PT. Intermasa.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama