HAPUSNYA PRIKATAN AKIBAT MUSNAHNYA BARANG YANG TERUTANG

Oleh :

SEPWIRA DRANA WASISTHA PUTRA

Fakultas Hukum, Universitas Andalas


ABSTRAK

Hapusnya perikatan akibat musnahnya barang yang terutang merupakan fenomena hukum yang melibatkan kegagalan pelaksanaan suatu perjanjian karena barang yang menjadi objeknya mengalami kerusakan atau kehancuran sebelum dilaksanakannya kewajiban. Hal ini menimbulkan pertanyaan kompleks mengenai tanggung jawab, hak, dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perikatan tersebut. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis konsep hukum terkait pembatalan perikatan akibat musnahnya barang yang terutang, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pengadilan dalam menentukan dampak dari musnahnya barang terhadap perjanjian yang telah dibuat. Melalui pendekatan hukum positif dan pemahaman terhadap prinsip keadilan, penelitian ini menguraikan berbagai kasus hukum dan pendekatan hukum yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa terkait perikatan yang terhapus akibat musnahnya barang yang terutang. Kesimpulannya, pemahaman yang mendalam terhadap konsep hukum ini sangat penting dalam mengarahkan penyelesaian kasus-kasus yang melibatkan kegagalan perikatan akibat musnahnya barang yang terutang, serta memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh pengadilan mencerminkan keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.

Kata Kunci: Hapusnya Perikatan, Hutang, Perikatan.


ABSTRACT

The annulment of an agreement due to the destruction of the goods owed is a legal phenomenon involving failure to implement an agreement because the goods which are the object are damaged or destroyed before the obligation is carried out. This raises complex questions regarding the responsibilities, rights and obligations of the parties involved in the engagement. This article aims to analyze legal concepts related to cancellation of an agreement due to the destruction of the goods owed, including the factors that influence court decisions in determining the impact of the destruction of goods on the agreement that has been made. Through a positive legal approach and an understanding of the principles of justice, this research describes various legal cases and legal approaches used in resolving disputes related to agreements that were canceled due to the destruction of the goods owed. In conclusion, a deep understanding of this legal concept is very important in directing the resolution of cases involving failure of an agreement due to the destruction of the goods owed, as well as ensuring that decisions taken by the court reflect justice and legal certainty for all parties involved.

Keywords: Elimination of Engagements, Debts, Engagements.


PENDAHULUAN

Secara prinsip, sebuah perjanjian adalah suatu relasi hukum, suatu ikatan yang diatur dan diakui secara hukum yang setidaknya memiliki satu kewajiban, baik itu memiliki nilai moneter atau tidak. Sebagai contoh, sebuah kontrak pada dasarnya menetapkan atau menciptakan kewajiban tersebut. Ini tergantung pada jenis kontrak yang dibuat dan segala perjanjian yang mungkin timbul sebagai hasil dari ketentuan hukum. Dalam konteks tertentu, ini adalah hukum yang mengidentifikasi di mana peristiwa dan tindakan yang membentuk suatu perjanjian atau hubungan hukum, seperti perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

Tertulis pada pasal 1313 dan 1314 KUH Perdata yang menyatakan bahwa didalam pasal 1313 suatu persetujuan melibatkan tindakan di mana satu atau lebih individu mengikatkan dirinya kepada satu atau lebih individu lainnya. Sementara itu, pada pasal 1314 menjelaskan bahwa persetujuan dapat dibuat secara cuma-cuma atau atas beban. Persetujuan secara cuma-cuma terjadi ketika satu pihak memberikan keuntungan kepada pihak lain tanpa menerima manfaat bagi dirinya sendiri. Persetujuan atas beban, di sisi lain, mengindikasikan bahwa suatu persetujuan membawa kewajiban atau tanggung jawab(Nento, 2016).

Hubungan hukum dalam sebuah kontrak terbentuk karena adanya pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut adalah pihak-pihak yang terlibat. Salah satu pihak diberikan hak untuk melakukan tindakan oleh pihak lain, sementara pihak lainnya memiliki tanggung jawab dalam bentuk kewajiban untuk melaksanakan prestasi khusus. Prestasi ini adalah fokus utama dari perjanjian tersebut. Tanpa adanya prestasi ini, hubungan hukum yang dibentuk oleh perjanjian tersebut tidak akan ada perbuatan tidak memiliki makna dalam konteks hukum perjanjian. Berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata, prestasi yang dijanjikan dapat berupa penyerahan, pelaksanaan, atau penghindaran dari suatu tindakan (Haryanto, 2010).

Dalam konteks hubungan perikatan, satu pihak memiliki hak atas prestasi tertentu, sementara pihak lainnya memiliki kewajiban untuk memberikan prestasi tersebut. Kedua pihak memiliki hak dan kewajiban yang bersamaan. Sebagai contoh, debitur memiliki tanggung jawab untuk menyediakan aset kekayaannya kepada kreditur sebagai pelunasan atas hutangnya. Hal ini terjadi jika debitur tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar hutangnya. Hapusnya perikatan bisa juga karena perubahan dalam dinamika antara kreditur dan debitur, yang disebut percampuran utang, memiliki potensi untuk mengakibatkan pembatalan perikatan karena adanya penyatuan kualitas antara kreditur dan debitur. Hal ini mengakibatkan perjanjian antara kedua pihak menjadi tidak sah atau tidak berlaku lagi (Ghaffar, 2023). 


METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian normatif yang fokusnya adalah menginvestigasi penerapan ketentuan dalam Undang-Undang terkait dengan penentuan hapusnya perikatan akibat musnahnya barang terutang. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan mengandalkan sumber data dari bahan hukum primer dan sekunder, dilakukan melalui pendekatan penelitian kepustakaan. Analisis dilakukan secara kualitatif, menjelaskan secara rinci data yang diperoleh untuk menyelesaikan permasalahan yang diajukan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam konteks hukum perikatan, individu yang memiliki hak untuk menjalankan tindakan tersebut disebut sebagai debitur, sementara individu yang memiliki kewajiban untuk menjalankan tindakan tersebut disebut sebagai kreditur. Lebih jauh lagi, kreditur sering pihak yang dianggap sebagai yang melakukan tindakan, sementara debitur digambarkan sebagai yang tidak melakukan tindakan.Hal ini mengimplikasikan bahwa kreditur memiliki kemampuan untuk mengambil tindakan khusus yang dapat diambil terhadap pihak yang berutang jika dia tidak memenuhi tanggung jawabnya yang telah dijelaskan dalam perjanjian. Jika debitur melanggar perjanjian atau gagal untuk memenuhi kewajibannya, maka debitur dapat diajukan gugatan ke pengadilan. Proses panggilan atau peringatan menjadi diperlukan ketika debitur tidak mematuhi janji atau tidak memenuhi kewajibannya.

Pasal 1234 KUH Perdata menyatakan bahwa kontrak ada dengan tujuan memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau menahan diri dari melakukan sesuatu. Kata ``sesuatu'' berarti suatu objek yang disebut prestasi, dan bentuk dari prestasinya sebagai berikut:

1. Memberi sesuatu

Pasal 1234 KUH Perdata tidak mengatur mengenai perikatan yang melibatkan pemberian sesuatu. Namun, Pasal 1235 KUH Perdata menjelaskan bahwa perikatan yang berhubungan dengan pemberian sesuatu akan mengharuskan debitur untuk menjualkan suatu properti. Pasal 499 KUH Perdata, pada gilirannya, mengatur bahwa properti tersebut dapat diambil alih melalui hak kepemilikan. Rincian lebih lanjut tentang jenis-jenis properti yang dapat digunakan dalam perikatan ini dijelaskan dalam Pasal 503 dan Pasal 504 KUH Perdata, yang mencakup properti fisik, properti non-fisik, properti bergerak, dan properti tidak bergerak.

2. Berbuat

Berbuat adalah suatu tindakan tertentu yang dberikan oleh salah satu pihak yang melakukan perikatan. Ketentuan mengenai hal itu diatur dalam Pasal 1239 KUHPerdata.

3. Tidak berbuat sesuatu

Tidak bertindak adalah ketika seseorang secara pasif membiarkan sesuatu terjadi atau mempertahankan situasi saat ini sebagai suatu pencapaian. Regulasi mengenai ketidakberlakuan tindakan ini diatur dalam Pasal 1239 hingga 1242 KUH Perdata (Subekti, 2013).

Faktor Terhapusnya Suatu Perikatan

1. Karena Pembayaran

Setiap kewajiban dapat dipenuhi oleh pihak lain yang memiliki kepentingan, seperti debitur atau penjamin utang. Bahkan, perjanjian dapat dibuat dengan syarat bahwa tindakan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan dalam perkara tersebut, selama pihak ketiga tersebut bertindak sebagai perwakilan debitur dan melunasi utang debitur, atau selama tidak ada pengambilalihan hak-hak kreditur jika pihak ketiga bertindak berdasarkan inisiatifnya sendiri. Namun, ketentuan ini tidak berlaku lagi jika dalam pelaksanaan kewajiban tersebut ada permintaan kreditur agar debitur sendiri yang melakukannya, terutama jika kegiatan tersebut berhubungan dengan keterampilan khusus debitur, dalam hal ini, kreditur tidak dapat memaksanya. Pihak ketiga atau orang lain tidak dapat melakukan pekerjaan tersebut tanpa persetujuan pihak yang berkepentingan (kreditur) yang meminta pelaksanaan tugas tersebut. 

2. Penawaran Pembayaran

Yang disertakan dengan penyerahan titipan pada Pengadilan Negeri, dianggap apabila pembayaran kepada debitur dan melepaskan debitur dari utangnya, asalkan penawaran itu sesuai pada undang-undang lalu pembayarannya disetorkan di Pengadilan Negeri karena pembayarannya menjadi beban kreditur.

3. Pembaruan utang

Mengingat perpanjangan utang sebagai salah satu alasan batalnya perikatan, maka mengacu pada Pasal 1413 KUH Perdata, ada tiga jenis pembaharuan utang, yaitu:

a. Pembaharuan objek utang, misalnya apabila debitur dan kreditur menandatangani perikatan utang baru untuk menggantikan utang lama yang dibatalkan oleh perikatan utang baru;

b. Pembaharuan debitur, misalnya ketika debitur baru diangkat menggantikan pihak yang berutang yang telah dipecat oleh pihak kreditur.

c. Pembaharuan pihak kreditur, seperti menunjuk pihak kreditur baru untuk menggantikan pihak kreditur lama yang telah memecat pihakyang berutang.

4. Penggantian utang

Pasal 1425 KUH Perdata menjelaskan bahwa adanya penghapusan hutang Ketika dua orang saling berhutang. Misalnya Evi berhutang kepada Reva dan Reva masing-masing berhutang kepada Evi sebesar Rp 100 ribu. Ketika kedua utang tersebut sudah jatuh tempo, maka kedua utang dihapus. Oleh karena itu, tidak perlu formalitas Evi membayar Reva terlebih dahulu, kemudian Reva juga membayar Evi, baru kedua utang tersebut dihapus. 

5. Percampuran utang

Pencampuran utang diatur dalam Pasal 1436 dan 1437 KUH Perdata. Menurut Pasal 1436 KUHPdt, pencampuran utang terjadi ketika kreditur dan debitur bergabung menjadi satu, yang dapat terjadi secara hukum atau otomatis. Dalam situasi ini, hutang dan piutang menjadi tidak berlaku. Selain itu, dalam kedua sumber yang sama, Ahmadi Miru dan Sakka Pati (halaman 146) menjelaskan bahwa Pasal 1436 KUH Perdata menyatakan bahwa penggabungan hutang dan tagihan oleh satu individu akan mengakibatkan pembatalan tagihan tersebut.

6. Pembebasan utang

Pembebasan utang diatur dalam 1438-1443 KUHPerdata. Kalau soal keringanan utang, perlu diperhatikan bahwa keringanan utang itu tidak patut dicurigai, melainkan harus dibuktikan. Artinya seorang debitur hanya dapat dibebaskan apabila kreditur benar-benar melepaskannya. Kalau tidak ditagih dalam jangka waktu lama, belum bisa dikatakan bebas utang.

7. Musnahnya barang yang terutang

Diatur dalam Pasal 1444 dan 1445 KUHPerdata. Merujuk pada kedua pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila dalam hal objek perikatan musnah atau hilang, maka perikatan menjadi batal. Dari ketentuan pasal ini bisa diketahui bahwa musahnya atau hilangnya barang di luar kesalahan debitur yang berarti debitur, tindakan-tindakan yang telah diambil oleh pihak yang berutang untuk menghindari kerusakan atau kehilangan barang yang merupakan bagian dari perjanjian. 

8. Karena Pembatalan

Pembatalan suatu perikatan merupakan salah satu sebab batalnya suatu perikatan yang diatur pada Pasal 1446 sampai Pasal 1456 KUH Perdata. Mengenai penjelasan yang tertulis dalam Pasal 1446 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang disusun oleh seorang anak di bawah umur atau yang diwakili oleh wali yang sah dianggap batal secara hukum. Namun, Pasal 1447 KUH Perdata menegaskan bahwa pembatalan perjanjian karena ketidakdewasaan atau kurangnya pengawasan tidak bisa menjadi alasan utama untuk memutuskan perjanjian karena melanggar hukum. Sebaliknya, perjanjian yang dibuat karena tekanan, kesalahan, atau penipuan dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 1449 KUH Perdata.

9. Berlaku syarat batal. 

Hal ini diatur dalam Bagian 1 KUHPerdata.

10. Lewatnya waktu

Menggunakan waktu sebagai alat yang sah untuk mencapai tujuan atau sebagai alasan untuk membebaskan diri dari suatu tanggung jawab dalam jangka waktu pada waktu yang telah ditentukan dan mematuhi persyaratan yang diatur oleh undang-undang, Pasal 1967 KUH Perdata mengatur bahwa setiap klaim hukum, baik yang bersifat materiil maupun pribadi, akan menjadi tidak berlaku setelah tiga puluh tahun. Namun, dalam situasi di mana tanggal berakhirnya tidak dapat ditunjukkan oleh pihak yang bersangkutan, maka perlu membuktikan haknya, dan selanjutnyya tidak ada keberatab atas dasar itikad yangburuk(Miru, 2021). Penyelesaian Terhapusnya Suatu Perikatan Akibat dari Musnahnya Suatu Barang Terhutang

Membahas asal mula suatu perjanjian yang muncul dari suatu perjanjian atau suatu undang-undang. Yang bermakna disini ada kesepakatan perikatan antara pihak Ana dan Asep dan penjual motor tersebut. Dapat dikatakan, setelah tujuh bulan Ana dan Asep mencicil sepeda motor tersebut, ternyata sepeda motor tersebut hilang. Undang-undang mengatur bahwa perikatan antara pembeli dan penjual mobil berakhir karena sepeda motor yang dibeli hilang bukan karena kesalahan pembeli. Informasi selengkapnya dapat dilihat pada Pasal 1281 KUH Perdata yang mengatur tentang hapusnya perikatan. Mengenai, musnahnya harta utang yang diatur dalam Pasal 1444 KUH Perdata, yang mengatakan bila suatu barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tidak dapat diperdagangkan atau hilang sedemikian rupa sehingga tidak dapat diketahui apakah barang itu masih ada atau tidak, maka perikatan itu berakhir dengan syarat barang tersebut menjadi tidak ada atau lenyap bukan karena kesalahan dari pihak yang berutang atau sebelum debitur mengembalikannya. Kalaupun debitur gagal atau tidak memenuhi kewajiban untuk mengembalikan barang- barang yang sebelumnya tidak dia serahkan terjamin karena keadaan tak terduga, maka benda - benda tersebut tetap berada dalam kepemilikan kreditur seolah-olah berada ditangan kreditur tetap tidak valid. Tanggung jawab debitur adalah membuktikan peristiwa tak terduga yang diidentifikasinya. Terlepas dari bagaimannan barang tersebut hilang atau hancur, orang yang menerimanya tidak pernah bebas dan wajib mengembalikan hadiah yang sesuai Menurut hukum perdata apabila debitur tanpa sengaja kehilangan barang yang menjadi utangnya, maka debitur tidak wajib mencicil barang tersebut. Tetapi jika dipikir-pikir secara keadilan terhadap kreditur, benar kreditur tidak mendapatkan apa-apa dari hilangnya motor tersebut,Oleh karena itu, lahirlah ide untuk mengkompensasi risiko kerugian lewat perusahaan asuransi. Asuransi ini mengasumsikan perlindungan risiko terhadap kejadian-kejadian yang pertanggungannya disepakati.

Jadi tidak mengherankan jika pemberi pinjaman akan meminta pembeli untuk membayar asuransi saat mengambil pinjaman motor pertama pembeli. Jika suatu saat terjadi kerusakan secara tiba-tiba (jika disepakati dalam kontrak asuransi), maka perusahaan asuransi akan membayar biaya ganti rugi kepada kreditur, dan kreditur mungkin dapat mengganti kendaraan debitur dengan kendaraan baru. Dalam hal ini, tindakan pertama yang dilakukan secara benar dengan mengajukan laporan motor hilang ke polisi. Pihak yang berkehilangan dapat menunjukkan laporan polisi kepada kreditur untuk membuktikan bahwa motor yang telah bayarkan itu bukan hilang karena kesalahan Ana dan Asep sendiri, melainkan dicuri oleh orang lain. Undang-undang mewajibkan debitur untuk memberikan bukti-bukti kepada kreditur mengenai kejadian-kejadian tak terduga yang dialami debitur. Perkara ini tidak dapat digolongkan dalam bidang hukum pidana, karena hanya menyangkut musnahnya kewajiban, perjanjian, dan hutang- hutang, sehingga termasuk dalam bidang hukum perdata(kasih, 20230.)


KESIMPULAN

Perikatan terjadi karena adanya sesuatu perikatan dapat timbul karena kesepakatan atau karena ketentuan hukum. Maksud dari suatu perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Perikatan mengandung 4 unsur, yang meliputi: hubungan hukum, kekayaan, pihak-pihak, dan prestasi. Dalam hukum perikatan terdapat pihak-pihak yang terlibat dalam perikatan, pihak-pihak tersebut disebut dengan subjek perikatan. Pihak yang berhak atas prestasi dalam hukum perikatan disebut dengan kreditur, sedangkan pihak yang berkewajiban atas prestasi disebut dengan debitur. Pasal 1381 KUH Perdata mengatur terkait hal-hal yang dapat mengakibatkan hapusnya perikatan, antara lain karena pembayaran, permintaan pembayaran dengan uang yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, perpanjangan utang, perjumpaan utang atau kompensasi, pencampuran utang, pelunasan utang, musnahnya barang yang terutang, Pembatalan, berlakunya suatu syarat batal, serta lewatnya waktu. Hapusnya suatu perikatan akibat dari musnahnya suatu barang terhutang diatur dalam Pasal 1444 KUH Perdata. Menurut hukum perdat apabila debitur tanpa sengaja kehilangan barang yang menjadi utangnya, maka debitur tidak wajib mencicil barang tersebut. Namun hal itu tidak memberikan keadilan terhadap kreditur. Munculnya kompensasi risiko kerugian lewat perusahaan asuransi dapat menghindari ketidakadilan terhadap kreditur. Asuransi ini mengasumsikan perlindungan risiko 

terhadap kejadian-kejadian yang pertanggungannya disepakati.


DAFTAR PUSTAKA

Buku 

Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Ahmad Miru dan Sakka Pati. Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW. Depok: Rajawali Pers, 2021.

Prof. Subekti. R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2013.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa, 2017.

Jurnal

Erlina, B. “Analisis Penyelesaian Sengketa Terhadap Anak Yang Melakukan Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Antara Pemilik Bangunan Dengan Pt. Indomarco Prismatama” 12 (2017). 

Esther Masri. “Modul Mata Kuliah Hukum Perikatan,” 2021, 1–31. Ghaffar, A D. “… Perikatan Utang Piutang Karena Percampuran Utang Melalui Perkawinan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang ….” 

Doktrin: Jurnal Dunia Ilmu Hukum Dan Politik 1, no. 3 2023): 1–18..

Haryanto Dwinur T. “Hubungan Hukum Yang Menimbulkan Hak Dan 

Kewajiban Dalam Kontrak Bisnis.” Wacana Hukum IX, no. April (2010): 85–97. 

Heriani, Istiana. “Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Hutang Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.” Jurnal Al ’Ulum 61, no. 3 (2014): 17–23.

Latri, Tunas Medya, and Moch. Isnaeni. “Perlindungan Hukum Atas Pembeli Tiket Sepakbola Melalui Situs Resmi Online Saat Pertandingan Sepakbola Dibatalkan Oleh Pihak Yang Berwenang Atas 

Dasar Pertimbangan Keamanan.” Perspektif 24, no. 3 (2019): 185. 

William H Sianipar. “Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Ditinjau Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.” Jurnal Rectum 3, no. 2 (2016): 1–23.

Internet 

Kasih Karunia Hutabarat, S.H. “Penyelesaian Hukum Kasus Mobil Yang 

Hilang.” Hukum Online, 2012. 

https://www.hukumonline.com/klinik/a/penyelesaian-hukumkasus-mobil-cicilan-yang-hilang-lt4f39b6c38b7a3 diakses tanggal 22 Januari 2024, jam 14.00 WIB

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama